SURABAYA–Sebanyak16 ribu anak di Jawa Timur mengalami depresi akibat wabah Covid-19. Temuan ini disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur (Jatim), Andriyanto. Ia mengatakan perubahan kehidupan yang terlalu cepat yang menjadi penyebab banyaknya masyarakat mengalami depresi, termasuk anak-anak.
“Riset Kesehatan Dasar menyebutkan, ada sekitar 1,6 persen anak mengalami depresi. Dari 42 juta jiwa penduduk Jatim, anak usia 0-18 tahun sekitar 10,58 juta. Artinya, dari sekitar 10 juta anak di Jatim, sekitar 16 ribuan anak di Jatim mengalami depresi selama masa Covid-19, ini fakta,” kata Andriyanto saat mengikuti Webinar Aliansi Pelajar Surabaya yang digela Kadin Jatim, Jumat (26/6/2020) pekan lalu.
BACA JUGA: Sembuh dari Covid-19, Pria di Sleman Ini Pulang Jalan Kaki 8 Km, Disambut Shalawat Pula
Andriyanto mengatakan, wabah Covid-19 yang berkepanjangan juga memunculkan banyak permasalahan di tingkat keluarga. Artinya, kata dia, saat ini ketahanan keluarga sedang diuji. Di antara masalah yang paling menonjol adalah kesulitan ekonomi.
Diakuinya, Covid-19 juga menyebaban angka stunting di Jatim mengalami kenaikan. Padahal di 2019, Jatim telah berhasil menekan angka stunting dari 30,8 persen menajdi 27,5 persen.
“Bahwa di tahun 2019 kita memang sukses menurunkan angka stunting. Namun, tahun 2020 ada survei ketahanan pangan, ternyata kecukupan pangan anak turun drastis. Orang tua banyak yang mengalami PHK, sehingga persoalan ekonomi menjadi cacat,” ujarnya.
BACA JUGA: Diduga Beli 15 Sepeda Pakai Dana Bantuan Covid-19, Kantor Desa di Sulsel Disegel Warganya
Maka dari itu, lanjut Andriyanto, agar anak bisa beradaptasi dengan protokol Covid-19 dan tidak depresi, harus secara perlahan diajarkan untuk berpindah menerapakan tatanan normal baru. Tentunya, dengan manajemen mental yang tepat. Pendekatan agama menurutnya menjadi solusi tepat untuk mendorong perubahan tersebut.
“Ini harus kita bangun. Bagaimana kita me-manage mental anak, serta jangan dijadikan objek, anak harus dijadikan subjek. Kalau seandainya anak berani menegur teman dan orang tua, ini menjadi sesuatu yang luar biasa. Berikan peran,” kata dia. []
SUMBER: REPUBLIKA