INDONESIA memiliki banyak permainan tradisional yang unik. Sebut saja petak umpet, petak benteng, petak pancing, bekel, congklak, egrang, galah asin, gatrik, bola kasti, dan lain-lain. Jika kita ingin bermain permainan tersebut, apalagi ingin memenangkannya, kita harus mengetahui betul konsep dan aturan mainnya.
Begitu juga jika kita ingin “bermain” menjadi pengusaha, apalagi ingin menang (baca: kaya dan berkah), haruslah paham akan konsep rizki menurut Allah dan Rosul-Nya.
Dalam surat Hud ayat 6, “Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi ini melainkan semua dijamin Allah rizkinya, Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam kitab yang nyata”.
Jelas disebut masing-masing kita sudah ada rizkinya, tidak akan kita mati sebelum jatah rizki kita habis. Bahkan ekstremnya, andaipun kita tidak melakukan apa-apa, ada rizki yang menghampiri kita. Namun bukan begitu Islam mengajarkannya.
Dalam surat AL-Isra ayat 30, “Sungguh Tuhanmu melapangkan rizki bagi siapa yang Dia kehendaki, dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki), sungguh Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat hamba-hamba-Nya.”
Disebutkan ada dua jenis rizki, rizki yang ditebar dan rizki yang ditakar. Bagi saya, ini konsep dasar rizki yang menarik. Ada di antara kita yang sudah susah-payah melakukan banyak hal, namun apa yang dia dapat segitu-gitu saja.
Mungkin ada di antara kita, pekerja yang berangkat pagi pulang sore dengan gaji sebutlah 3 juta. Karena merasa keperluan keluarganya lebih banyak dari itu, sepulang kerja dia mencari sambilan, menjadi supir ojek online, sering kali pulang sampai tengah malam. Dari sampingannya itu betul dia mendapat tambahan uang misal senilai 2 juta.
Namun apa yang terjadi, ban motornya sering bocor, kecelakaan di jalan, dompetnya hilang, atau anaknya sakit. Yang akhirnya 2 juta penghasilan tambahan itu habis untuk itu semua. Apapun yang dia lakukan tidak menambah penghasilannya. Inilah contoh rizki yang ditakar.
Berbeda dengan cerita seseorang yang rizkinya ditebar. Seperti hidangan prasmanan, atau saat kita makan di restoran Padang, di depan kita aneka makanan ditebar. Padahal pemberi makanan itu tahu, makan kita tidaklah lebih dari satu piring.
Ketika rizki kita ditebar, segalanya seperti mudah didapatkan. Peluang selalu menghampiri, rizki sering kali datang dari yang tidak direncanakan.
Sering kita mendengar cerita seorang guru misalnya, gajinya hanya 2 juta, padahal kebutuhan keluarganya jauh lebih besar dari itu. Tapi entah kenapa kebutuhannya selalu tercukupi, tiba-tiba ada yang memberikan beasiswa ke anaknya, ada yang membawakan beras ke rumahnya, dan lain lain.
Sahabat, yuks kita muhasabah, apakah saat ini rizki kita ditebar atau ditakar. Bersyukurlah bagi kita yang rizkinya sudah ditebar oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bagi yang merasa rizkinya masih ditakar, maka berusahalah agar rizkinya menjadi ditebar.
Bagaimana caranya? []
BERSAMBUNG