ROHANA Kudus, sosok wanita Indonesia yang hari ini (8/11/2021) ditampilkan Google Doodle. Siapakan dia?
Rohana Kudus adalah salah satu wanita Indonesia yang berjuang menyuarakan keadilan lewat jalur jurnalisme. Dia merupakan wartawati pertama Indonesia.
Dilansir dari laman Warta Muslimin dan Pers Intelligent, Rohana Kudus lahir pada tanggal 20 Desember 1804 di Koto Gadang, Sumatera Barat. Ayahnya ialah seorang Kepala Jaksa di Pemerintahan Hindia-Belanda, bernama Moehammad Rasjad Maharadja Sutan dan ibunya bernama Kiam.
Rohana merupakan keturunan Datuk Dinagari dari Puak Kato, salah satu keluarga terpandang yang memiliki jalur matrilineal tertua di Kotogadang. Sulung dari 26 bersaudara itu adalah kakak tiri dari Soetan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia sekaligus bibi dari penyair kondang Chairil Anwar. Rohana juga merupakan sepupu dari KH. Agus Salim, ulama pejuang yang berpengaruh di Indonesia.
BACA JUGA:Â Shafiyyah binti Abdul Muththalib, Pahlawan Wanita Islam
Rohana tumbuh sebagai wanita yang cerdas meski tak pernah mengenyam pendidikan. Di umurnya yang masih lima tahun, ia sudah dapat memahami abjad latin, arab, dan arab melayu. Tak hanya itu, ia fasih berbahasa belanda kala usianya masih delapan tahun.
Selain tradisi baca dan tulis yang melekat kuat dalam, Rohana juga mendapat asupan pendidikan agama Islam dengan baik. Rohana tumbuh di lingkungan yang bijak dan agamis. Selain belajar dengan buku-buku milik ayahnya, ia amatlah rajin datang ke surau dan masjid bahkan dengan tekun pula belajar kepada tokoh-tokoh agama di sekitar tempat ia tinggal.
Rohana dikenal sebagai sosok muslimah yang tekun dalam beribadah. Pernah diceritakan, Ia terbiasa membawa tasbih 500 butir kesayangannya yang selalu ia gunakan seusai sholat.
Rohana tumbuh dalam tradisi intelektual dan spiritual yang membentuknya menjadi sosok muslimah yang cerdas, agamis dan kritis.
Pada tahun 1908, ia menikah dengan seorang notaris bernama Abdullah Kudus. Selain lulusan hukum di Batavia, Abdullah kudus juga merupakan aktivis pergerakan dan gemar menulis di surat kabar terbitan Jawa dan Sumatera.
Pada 1911, Rohana mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) di Kotogadang. Sekolah yang merupakan tindak lanjut dari dideklarasikannya Perkumpulan Perempuan Kerajinan Amai Setia pada 11 Februari 1911 yang ia pimpin.
Kehidupan jurnalistik Rohana Kudus dimulai ketika ia menuliskan surat kepada Datuk Sutan Maharadja, pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe, di Padang. Ia mengatakan, ia ingin wanita juga diberikan ruang untuk menulis di surat kabar.
Surat itu mengantarkan Rohana bertemu dengan Maharadja. Rohana meminta kepada sang Pemimpin Redaksi untuk menerbitkan surat kabar khusus wanita. Namun, kesibukan Rohana pada sekolah yang telah dia dirikan, membuatnya ragu dapat mengelola surat kabar itu sendiri.
Oleh karena itu, Datuk Sutan Maharadja menyarankan Ratna Juwita Zubaidah yang merupakan anaknya sendiri untuk bekerja sama dengan Rohana Kudus. Ratna bertanggung jawab atas keperluan redaksi, sedangkan Rohana bertugas mencari pengisi rubrik surat kabar mereka.
10 Juli 1912 merupakan tanggal terbitnya surat kabar wanita pertama, bernama Soenting Melajoe. Sunting yang berarti perempuan dan Melayu sebagai identitas wilayahnya, memiliki pengertian bahwa surat kabar ini dipersembahkan bagi kaum perempuan di seluruh Melayu.
BACA JUGA:Â Noor Inayat Khan, Wanita Muslim Pertama yang Dinobatkan sebagai Pahlawan di Inggris
Kala itu, Rohana benar-benar memanfaatkan dengan baik keberadaan Soenting Melajoe sebagai wadah pikiran dalam bentuk tulisan. Rohana Kudus dengan antusias memperkenalkan surat kabar wanita itu kepada kawan-kawan dan muridnya untuk menuangkan pikiran mereka. Contohnya, tulisan mengenai obat kolera, merupakan karya dari Istri Wiria Atmadja.
Sejarah mencatat, Rohana aktif menulis di berbagai surat kabar seperti Saudara Hindia, Perempuan Bergerak, Cahaya Sumatera, Suara Koto Gadang, Mojopahit, Guntur Bergerak, dan Fajar Asia.
Rohana Kudus juga mendirikan sekolah bernama Roehana School di Bukittinggi. Kepindahannya ke Bukittinggi pun tak membuatnya berhenti menulis untuk Soenting Melajoe.
Pada 1919, Roehana dan suaminya pindah ke Lubuk Pakam, Sumatera Timur. Di sana, ia mengajar di sekolah cabang Dharma Putra atas permintaan sang ayah. Setahun kemudian, ia pindah ke Medan dan mengajar di sekolah Dharma Putra pusat. Di kota itulah, ia menulis untuk surat kabar Perempoean Bergerak.
BACA JUGA:Â Wanita dan Perannya dalam Kehidupan, Ini yang Diungkap dalam Alquran
Tiga tahun tinggal di Medan, Rohana Kudus kembali ke Kotogadang. Di tanah kelahirannya itu, ia mengajar di Vereninging Studiesfonds. Di sinilah Rohana kembali melanggengkan aktivitas menulisnya sebagai redaktur surat kabar Radio dan Tjahaja Soematra.
Pada tanggal 17 Agustus 1972, Rohana meninggal dunia di usianya yang ke 88 tahun, ia dimakamkan di pemakaman umum Karet, Jakarta. Dua tahun setelah kematiannya, pemerintah Sumatera Barat memberi penghargaan kepada Rohana sebagai wartawan perempuan pertama Indonesia. Kemudian pada peringatan Hari Pers Nasional ke III pada 1987, pemerintah Orde Baru juga menganugerahi Rohana dengan gelar perintis pers Indonesia. Selanjutnya, pada tanggal 8 Agustus 2019, Rohana dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. []
SUMBER: PERS INTELLIGENT | WARTA MUSLIMIN