Oleh: Nusaibah Al Khanza
Muslimah Pemerhati Masalah Global
Malang, Jawa Timur
nusaibah2107@gmail.com
RASA empati kaum Muslimin masih terus diuji. Di tengah pandemi yang masih berlangsung, mata kaum Muslimin kembali terbelalak melihat kesengsaraan yang dialami oleh saudara seiman, kaum etnis Rohingya.
Entah kapan berakhir penderitaan tersebut, hingga kini mereka masih dalam ketidakpastian akan nasib dan tempat tinggal mereka. Setelah terusir dari negerinya -Myanmar- mereka pergi ke negara yang mau menerima kehadiran dan mau memberi pertolongan.
Seperti dilansir dari Liputan6.com, Aceh, bahwa Warga Desa Lancok menolong sekitar 100 pengungsi Rohingya yang terombang-ambing di atas perahu mereka di perairan Aceh Utara pekan lalu. Hingga saat ini, para pengungsi telah mendapatkan bantuan makanan dari warga yang berada di Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara. Namun sebagian di antara mereka masih memerlukan bantuan medis setelah berada di lautan selama lima bulan. (30/6/20)
Keputusan menerima pengungsi Rohingya merupakan langkah yang dilematis, terutama di masa pandemi covid-19 yang masih berlangsung saat ini.
Di satu sisi, yang dipertaruhkan adalah rasa kemanusiaan rakyat Indonesia dalam menolong sesama manusia, apalagi sesama Muslim. Namun di sisi lain, apakah Pemerintah Provinsi Aceh memiliki sumber daya yang cukup untuk menghidupi mereka di tengah tingkat kemiskinan di Aceh yang tinggi, apalagi di masa pandemi?
Tentu saja hal ini tak cukup dilakukan oleh rakyat Aceh, namun juga harus didukung oleh pemerintah pusat untuk menolong kaum Muslim Rohingya yang terdampar di Aceh.
Dalam hal ini, kita harusnya meneladani Rasululullah seperti ketika beliau mempersaudarakan kaum Anshar dan Muhajirin. Sebab, Islam menyatakan seluruh kaum muslimin adalah bersaudara.
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Azza wa Jalla: “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara, …” (QS. Al-Hujurat 49: 10)
Konsekwensi dari persaudaraan itu, maka Islam mewajibkan kepada umatnya untuk saling tolong-menolong dalam al-haq.
Sebagaimana diketahui, saat kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah tidak membawa seluruh harta. Sebagian besar harta mereka ditinggal di Makkah, padahal mereka akan menetap di Madinah.
Terlebih lagi, kondisi Madinah yang subur sangat berbeda dengan kondisi Makkah yang gersang. Keahlian mereka berdagang di Makkah berbeda dengan mayoritas penduduk Madinah yang bertani. Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Sementara itu, pada saat yang sama harus mencari penghidupan, padahal kaum Muhajirin tidak memiliki modal.
Tak pelak, hal itu menimbulkan permasalahan baru bagi kaum Muhajirin, baik menyangkut ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan juga kesehatan.
Melihat kondisi kaum Muhajirin, dengan landasan kekuatan persaudaraan, maka kaum Anshâr tak membiarkan saudaranya dalam kesusahan. Kaum Anshâr dengan pengorbanannya secara total dan ikhlas sepenuh hati membantu mengentaskan kesusahan yang dihadapi kaum Muhajirin. Hingga Allah menyebut mereka (kaum Anshar) sebagai kaum yang beruntung.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr 59: Ayat 9)
Bagaimanapun pengorbanan dan keikhlasan kaum Anshâr membantu saudaranya, namun permasalahan kaum Muhajirin ini tetap harus mendapatkan penyelesaian, agar mereka tidak merasa sebagai benalu bagi kaum Anshâr.
Di sinilah tampak nyata pandangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang cerdas dan bijaksana. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr. Sehingga mereka akan terikat untuk saling tolong-menolong dalam kebenaran.
Seperti itulah, seharusnya kaum Muslimin memperlakukan kaum Rohingya sebagaimana kaum Anshar menolong kaum Muhajirin. Hal ini harus dijadikan sebagai acuan bahwa masih banyak kaum Muslimin di luar sana yang juga butuh dipersaudarakan agar mendapat pertolongan. Wallahu a’lam! []
Kirim tulisan Anda yang sekiranya sesuai dengan Islampos lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word, ukuran font 12 Times New Roman. Untuk semua tulisan berbentuk opini, harap menyertakan foto diri. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.