Oleh: Herman Apriadi
ADA banyak artikel yang membahas masalah rokok. Jika kita perhatikan dari sisi ekonomi dan kesehatan, antara perokok dan anti rokok sudah menemui titik kesepakatan.
Kesepakatannya adalah merokok itu merusak kesehatan, merokok adalah pemborosan. Ini berarti perokok akan tetap merokok walaupun merusak kesehatan dan pemborosan adalah akibat untuk dirinya.
Juga untuk “Halal”, baik perokok dan yang tidak merokok, mereka sudah sepakat bahwa rokok tidak bisa dihukumi halal (yang sebenarnya). Karena untuk halal harus punya syarat Thoyyib (baik). Dan rokok tidak memiliki kriteria itu terhadap siapa pun yang menghisapnya. Ini berarti perokok akan tetap merokok walaupun hukum rokok tidak halal adalah fakta.
Karena rokok tidak bisa dikatakan halal, maka hukum yang bisa dirujuk oleh para ulama untuk rokok ada dua, yaitu Makruh, dan yang terberat, Haram.
Sebelum melanjutkan perihal Makruh atau Haramnya rokok. Ada suatu bahasan yang sangat menarik tentang para perokok.
Selain keputusan yang mereka ambil–tentang tetap merokok walau rokok merusak kesehatan, pemborosan dan tidak halal. Ada satu yang tetap bisa diberi acungan jempol terhadap para perokok. Walaupun mereka termasuk (maaf) kategori yang tidak menyayangi diri sendiri.
Acungan jempol untuk para perokok adalah iman yang kuat yang masih bertengger di hati mereka.
Mengapa demikian?
Karena jika ada yang mengatakan rokok itu “Haram”, maka perokok akan keberatan. Terjadilah debat sengit yang tidak berkesudahan. Penyebabnya jelas karena perokok sebenarnya gentar terhadap yang namanya haram. Mengerti akibat apa yang akan diterima jika melanggar hukum Allah yang satu itu. Namun mereka belum punya kekuatan untuk meninggalkannya. Berharap hukum merokok itu haram adalah salah. Bukankah ini bukti iman yang kuat?
Jika ada yang mengatakan rokok itu “Makruh”, maka perasaan mereka menjadi tenang. Bahasa mudanya begini,
“Alhamdulillah, yang penting Allah tidak marah.”
Lagi-lagi itu bukti iman kepada Allah. Takut kepada Allah.
Hukum rokok menjadi hal yang, mungkin tidak ada ujungnya untuk di perdebatkan bagi orang beriman yang perokok atau pun yang tidak; antara makruh ataukah haram. Karena masih ada ulama yang berbeda pendapat. Bahkan ada ulama yang merokok.
Lalu, apa hukum pasti untuk rokok?
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)
Sepasti-pastinya hukum rokok adalah Syubhat. Dan syubhat sangat dekat dengan haram.
“Iman yang masih gagah bertengger di hati–menyebabkan rasa takut terhadap hukum yang haram.”
Wallahu a’lam bishowab. []