Oleh: Ustadz Satria Hadi Lubis
KETIKA saya masih kecil, ibu suka membuat sarapan dan makan malam.
Suatu malam, setelah ibu bekerja keras sepanjang hari, ibu menghidangkan sebuah piring berisi telur, saus dan roti panggang yang gosong di depan meja ayah.
Saat itu saya menunggu apa reaksi ayah. Akan tetapi, yang dilakukan ayah adalah mengambil roti panggang itu, tersenyum pada ibu, dan menanyakan kegiatan saya di sekolah.
Saya tidak ingat lagi apa yang dikatakan ayah malam itu, tetapi saya melihatnya mengoleskan mentega dan selai pada roti panggang gosong itu dan menikmati setiap gigitannya.
Ketika saya beranjak dari meja makan malam itu, saya mendengar ibu meminta maaf pada ayah karena roti panggang yang gosong itu.
BACA JUGA: Istri Hilang
Dan satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa yang ayah katakan, “Sayang, jangan khawatir, aku suka roti panggang yang gosong”.
Sebelum tidur, saya pergi untuk memberikan ucapan selamat tidur pada ayah. Saya bertanya apakah ayah benar-benar menyukai roti panggang gosong?
Ayah memeluk saya erat dengan kedua lengannya yang kekar dan berkata, “Nak, ibumu sudah bekerja keras sepanjang hari ini dan dia benar-benar lelah. Jadi sepotong roti panggang yang gosong tidak akan menyakiti siapa pun.
Tahukah kamu nak apa yang menyakiti hati seseorang? KATA KATA KASAR”.
Lalu ayah melanjutkan, “Kamu tahu, hidup ini penuh dengan hal-hal dan orang-orang yang tidak sempurna. Ayah juga bukan orang yang terbaik dalam segala hal. Yang ayah pelajari adalah menerima kesalahan orang lain dan memilih untuk merayakan perbedaan. Ini adalah kunci terpenting untuk mewujudkan hubungan yang sehat dan harmonis.
Hidup ini terlalu pendek untuk diisi dengan kemarahan dan kebencian.
FOKUSLAH pada niat baik dan tujuan baik untuk apa kita dipertemukan. Niscaya dengan itu kamu tak akan terlalu risau dengan kekurangan-kekurangan dalam interaksimu dengan orang lain”.
BACA JUGA: Yang Aku Takut
*****
Hari Ibu itu tiap hari, minimal dengan kau mengucapkan doa sehabis sholat:
“Rabbighfir lī wa li wālidayya warham humā kamā rabbayānī shaghīrā.
(Tuhanku, ampunilah dosaku dan (dosa) kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu aku kecil). []