Ustadz, Saya pernah mendengar jika orang meninggal tapi belum melunasi utang-utangnya, maka si ruhnya akan gentayangan. Benarkah itu ustadz?
ISLAM tidak mengenal istilah ruh gentayangan, berkeliaran di alam dunia, mendatangi rumah dan menampakkan dirinya.
Setelah meninggal, ruh berada di alam yang lain—yakni alam kubur.
Berikut beberapa dalil yang sangat tegas menunjukkan bahwa ruh tidak balik ke dunia,
Pertama, Firman Allah.
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ . لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
(Demikianlah Keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, Dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah Perkataan yang diucapkannya saja. dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan (QS. Al-Mukminun: 99 – 100)
Ayat ini mengisahkan tentang kondisi orang-orang kafir ketika di ambang kematian. Mereka memiliki harapan dan permohonan agar dapat dikembalikan kembali ke dunia.
Permintaan itu dikemukakan dengan harapan agar bisa memperbaiki amalnya, sehingga bisa mendapatkan kebahagiaan di akhirat kelak.
Namun, ini hanyalah harapan kosong, yang tidak akan pernah terwujud. Karena sebentar lagi mereka akan menghadapi alam kubur. (Tafsir Ibnu Katsir, 5/493).
Kedua, Hadits.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan, Suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu denganku.
”Wahai Jabir, mengapa engkau sedih?” tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
”Ya Rasulullah, ayahku mati syahid. Sementara beliau meninggalkan beberapa anak dan utang.” jawab Jabir.
”Maukah kuceritakan nikmat besar yang Allah berikan kepada ayahmu?” tawar Nabi.
”Tentu, ya Rasulullah.” jawab Jabir.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا كَلَّمَ اللَّهُ أَحَدًا قَطُّ إِلَّا مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ، وَأَحْيَا أَبَاكَ فَكَلَّمَهُ كِفَاحًا. فَقَالَ: يَا عَبْدِي تَمَنَّ عَلَيَّ أُعْطِكَ. قَالَ: يَا رَبِّ تُحْيِينِي فَأُقْتَلَ فِيكَ ثَانِيَةً. قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: إِنَّهُ قَدْ سَبَقَ مِنِّي أَنَّهُمْ إِلَيْهَا لَا يُرْجَعُونَ
Allah tidak pernah berbicara dengan seorangpun kecuali di balik tabir. Sementara itu, Allah menghidupkan ayahmu, dan berbicara dengannya secara berhadap-hadapan. Allah berfirman, ”Wahai hamba-Ku, mintalah sesuatu kepada-Ku, pasti Aku beri.”
”Ya Allah, hidupkanlah aku kembali (di dunia), agar aku bisa berperang di jalan-Mu untuk kedua kalinya.” jawab hamba.
Allah berfirman, ”Telah menjadi ketetapan-Ku sebelumnya, bahwa mereka tidak akan dikembalikan ke dunia.” (HR. Turmudzi 3010, Ibnu Hibban 7022 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Melihat Penampakan Orang yang Telah Meninggal
Bertemu dengan orang yang telah meninggal, ada dua keadaan:
Pertama, Bertemu di alam mimpi.
Terdapat beberapa dalil dan keterangan ulama bahwa hal ini mungkin saja terjadi. Orang yang masih hidup bisa bertemu dengan orang yang meninggal dunia dalam dunia mimpi.
BACA JUGA: Bertemu dengan Orang yang Sudah Meninggal dalam Mimpi, Bagaimana?
Kedua, Bertemu di alam nyata.
Ini tidak mungkin dan mustahil terjadi. Andaipun ada orang yang melihat sosok rupa orang yang telah meninggal, sejatinya itu adalah jin yang menampakkan diri dengan rupa jenazah.
Tidak Tenang Karena Utang
Terdapat dalil yang menegaskan bahwa mayit merasa sangat tidak tenang, ketika dia memiliki utang, hingga utang itu dilunasi.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَفْسُ المُؤْمِن مُعَلَّقَةٌ بِدَينِهِ حَتَّى يُقضَى عَنهُ
“Jiwa seorang mukmin tergantung karena utangnya, sampai (utang itu) dilunasi.” (HR. Turmudzi 1078, Ibnu Majah 2413, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Dalam hadis lain, dari Jabir bin Abdillah, beliau menceritakan,
Ada seseorang yang meninggal. Kami memandikannya, memberinya minyak wangi, dan mengkafaninya. Kemudian kami bawa ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, agar beliau menshalatinya.
”Mohon anda menshalatinya.” pinta kami.
Beliaupun melangkah satu langkah.
”Apakah dia punya utang?” tanya Nabi.
”Ada, dua dinar.” jawab kami.
Tiba-tiba beliau kembali. Hingga Abu Qatadah siap menanggung utangnya.
“Dua dinar tanggunganku.” Kata Abu Qotadah.
“Menjadi tanggungan orang yang berutang dan mayit telah lepas tangan?” tanya Nabi.
“Ya, siap.” Jawab Jabir.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersedia menshalati jenazahnya.
Keesokan harinya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Abu Qatadah, ”Bagaimana dengan dua dinar?”
”Dia baru meninggal kemarin.” kata Abu Qatadah.
Besoknya, Abu Qatadah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Telah saya lunasi.” kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْآنَ بَرَدَتْ عَلَيْهِ جِلْدُهُ
”Sekarang, kulit mayit sudah menjadi dingin.” (HR. Ahmad 14536, Hakim 2346, dan dishahihkan Ad-dzahabi dan Syuaib al-Arnauth).
Syaikh Athiyah Muhammad Sali mengatakan,
ولهذا يقال: المدين تتم براءته من وقت السداد، لا من حين الضمان، فهو ضمنه قبل أمس، لكن ما سدد عنه إلا اليوم، فالآن بردت جلدته من حر الدين
Berdasarkan hadis ini, ulama mengatakan, “Orang yang berutang baru terbebas tanggung jawabnya secara sempurna ketika utang itu dilunasi. Bukan ketika ada orang yang menjamin. Abu Qatadah menanggung utang itu kemarin lusa. Namun baru beliau lunasi setelah dua hari berlalu. Dan sekaranglah kulit mayit menjadi dingin dari panasnya utang.” (audio.islamweb.net)
Di mana mayit mengalami kepanasan karena utang yang belum dibayar? Tentu saja di alam kuburnya, bukan di alam nyata. Wallahu a’lam. []
Sumber: Konsultasi Syariah.