PERJANJIAN jual beli merupakan perbuatan hukum yang mempunyai konsekuensi terjadinya peralihan hak atas sesuatu barang dari pihak penjual kepada pihak pembeli.
Maka dengan sendirinya dalam perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi rukun dan syarat jual beli. Adapun yang menjadi rukun dalam jual beli adalah:
1. Adanya pihak penjual dan pembeli
2. Adanya uang dan benda
3. Adanya lafal
Dalam suatu perbuatan jual beli, ketiga rukun itu hendaklah dipenuhi, sebab apabila salah satu rukun tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan jual beli.
Jual beli haruslah memenuhi syarat, baik tentang subjeknya, tentang objeknya, dan tentang lafal.
BACA JUGA: 5 Tips Saat Membeli Buah-buahan
Subjeknya
Kedua belah pihak yang melakukan jual beli haruslah:
Pertama, berakal agar dia tidak terkicuh. Orang gila atau bodoh tidak sah dalam melakukan jual beli.
Kedua, dengan kehendaknya sendiri (tidak dipaksa).
“Hai orang –orang yang berimana, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan perniagaan (jual beli,pen) yang berlaku dengan keadaan suka sama suka diantara kamu …” (QS. An-Nisa ayat 29)
Ketiga, keduanya tidak mubazir. Pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli bukanlah manusia yang boros.
Keempat, baligh.
Tentang Objeknya
Yang dimaksud dengan objek jual beli adalah benda yang menjadi sebab terjadinya jual beli. Benda yang dijadikan sebagai objek jual beli haruslah memebuhi syarat-syarat berikut:
Pertama, bersih barangnya. Ialah barang yang diperjualbelikan bukanlah benda yang dikualifikasi sebagai benda najis, atau digolongkan sebagai benda yang diharamkan.
Hal itu didasarkan pada ketentuan: Dari Jabin Bin Abdullah, berkata Rasulullah SAW: ….. “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak (minuman yang memabukkan) dan bangkai, begitu juga babi dan berhala …” (Sepakat ahli hadis)
Kedua, dapat dimanfaatkan. Kemanfatan barang tersebut sesuai dengan hukum dan syariat Islam. Maksudnya memanfaatkannya sesuai dengan ketentuan norma agama.
Ketiga, milik orang yang melakukan akad. Maksudnya bahwa orang yang melakkan perjanijian jual beli atas sesuatu barang adalah pemilik sah barang tersebut dan telah mendapat izin dari pemilik sah barang tersbut.
BACA JUGA: Jual Beli yang Halal Lebih Sulit daripada Bertempur di Medan Perang
Keempat, mampu menyerahkan. Maksunya penjual (sebagai pemilik maupun sebagai kuasa) dapat menyerahkan barang yang dijadikannya sebagai objek jual beli sesuai dengan bentuk dan jumlah yang dieprjanjikan pada waktu penyerahan barang kepada pembeli.
Kelima, mengetahui. Maksudnya melihat sendiri keadaan barang, baik mengenai takaran, timbangan dan kualitasnya.
Keenama, barang yang diakadkan di tangan. Menyangkut perjanjian jual beli atas sesuatu barang yang belum ditangan (tidak berada dalam penguasaan penjual).
Risiko
Ialah suatu peristiwa yang mengakbatkan barang tersebut (yang dijadikan sebagai objek perjanjian jual beli) mengalami kerusakan. Peristiwa ini tidak dikehendaki oleh kedua belah pihak. Berarti terjadinya suatu keadaan yang memaksa di luar jangkauan para pihak. []
Sumber: Hukum Ekonomi Islam/karya: Suhrawandi dan Farid/Penerbit:Sinar Grafika