SUATU kali, Nabi duduk dengan para sahabat. Datanglah pada mereka oleh beberapa orang berkuda sebagai utusan dari suku Banu Tamīm.
Seperti halnya suku yang datang untuk menerima Islam, Nabi ingin memilih pemimpin untuk mereka. Tentu, orang yang paling layak untuk hal tersebut adalah dua orang sahabat yang paling dekat dengan Nabi, Abu Bakar dan ‘Umar bin Khattab ra.
Abu Bakar merekomendasikan agar Nabi menunjuk al-Qa’qā bin Ma’bad, anggota Bani Mujāshi’, mengambil posisi itu. Namun ‘Umar tidak setuju. Umar menganjurkan Nabi untuk memilih seorang pria bernama Al-Aqra’ bin Hābis.
Ketidaksepakatan antara kedua sahabat tersebut berubah menjadi perdebatan, berdebat untuk berdebat, dan segera keduanya mulai meninggikan suara mereka dengan sangat keras, mereka menenggelamkan suara Nabi.
Saat itulah, Allah mengungkapkan ayat berikut kepada Nabi, sal Allahu ‘alayhi wa sallam. “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadannya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak terhapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. al-Hujurat: 2)
Kisah ini memberi kita pelajaran dari wahyu yang walaupun hanya satu ayat tersebut.
Sejak saat itu, Abu Bakar dan Umar tidak pernah lagi melakukan hal tersebut.
Allah mengatakan kepada Abu Bakar dan ‘Umar bahwa apa yang mereka lakukan itu tidak beralasan.
Ketika seseorang berbicara di dekat Nabi, mereka tidak boleh berbicara lebih keras daripadanya, karena menghormati sang Utusan Allah.
Sikap terhadap Sunnah harus seperti Imam Mālik. Ketika murid-muridnya datang ke rumahnya ingin belajar fiqh atau ‘aqīdah, dia akan keluar dan mengajar mereka. Jika mereka ingin belajar ḥadis, dia akan bersuci dahulu sebelum keluar dan melafalkan ayat “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadannya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak terhapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. al-Hujurat: 2) sebelum dia memulai pelajarannya, untuk mengingatkan dirinya sendiri dan murid-muridnya bahwa apa yang akan mereka pelajari harus dihormati di tingkat tertinggi. []