SAHABAT terdekat Nabi, Abu Bakar ash-Siddiq, tidak hadir ketika Nabi menghembuskan nafas terakhirnya di kediaman istri tercinta Nabi, Aisyah, yang merupakan putri Abu Bakarsendiri. Ketika mengetahui Nabi meninggal, Abu Bakar langung bergegas ke rumah duka.
“Betapa diberkahinya hidupmu dan betapa kepergianmu sangat berat buat kami,” bisiknya ketika mencium pipi sahabat yang dicintainya yang sekarang sudah tidak ada lagi itu.
Ketika Abu Bakar keluar dari kediaman Nabi dan menyampaikan berita tersebut, ketidakpercayaan dan kekecewaan mencengkeram kaum Muslimin di Madinah. Nabi adalah pemimpin, pembina dan pembawa wahyu Ilahi. Bagaimana Nabi bisa mati? Bahkan Umar bin Khattab, salah satu yang paling berani dan paling kuat dari sahabat Nabi, kehilangan ketenangannya dan sekonyong-konyong menarik pedangnya dan mengancam akan membunuh siapa saja yang mengatakan bahwa Nabi telah mati.
Saat itu, Abu Bakar dengan lembut merangkul Umar. Mereka berdua melipir ke masjid dan berbicara kepada orang-orang, seraya berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya siapapun yang menyembah Muhammad, lihatlah! Muhammad memang mati. Tapi siapapun yang menyembah Allah, lihatlah! Allah hidup dan tidak akan pernah mati.”
Dan kemudian Abu Bakar menyimpulkan dengan sebuah ayat dari Al-Qur’an: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh, telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul[1]. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun[2]. Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” Abu Bakar menyitir surat Ali Imran, ayat ke-144.
Mendengar perkataan Abu Bakar ini, orang-orang menjadi tenang kembali. []
Sumber: Best of Stories/The First Caliph Abu Bakr