SUATU kali Ummi Khadijah merasa pesimis; apa mungkin pemuda tersebut mau menikahinya? Mengingat umurnya sudah renta, bayangkan 40 tahun? Apa kata orang-orang nantinya karena Ummi Khadijah sendiri telah menutup pintu bagi para pemuka Quraisy yang sebelumnya telah gigih melamarnya.
Maka di saat Beliau bingung dan gelisah karena problem yang menggelayuti pikirannya itu, tiba-tiba muncullah seorang temannya bernama Nafisah binti Munabbih. Selanjutnya dia ikut duduk dan berdialog hingga kecerdikan Nafisah mampu menyibak rahasia yang disembuyikan oleh Khodijah tentang problem yang dihadapi dalam kehidupannya.
Nafisah layaknya konselor mencoba membesarkan hati Ummi Khadijah RA dan menenangkan perasaannya dengan mengatakan bahwa Khadijah adalah seorang wanita yang memiliki martabat, keturunan orang terhormat, memiliki harta dan berparas cantik. Terbukti dengan banyaknya para pemuka Quraisy yang melamarnya.
BACA JUGA:Â Khadijah, Kepergiannya dan Tahun Kesedihan Nabi
Selanjutnya, tatkala Nafisah keluar dari rumah Khadijah, dia langsung menemui Muhammad al-Amin hingga terjadilah dialog yang menunjukan kelihaian dan kecerdikannya seorang Nafisah melempar dadu cinta Ummi kepada lelaki terpercaya itu:
Nafisah : “Apakah yang menghalangimu untuk menikah wahai Muhammad?”
Muhammad : “Aku tidak memiliki apa-apa untuk menikah.”
Nafisah : (Dengan tersenyum berkata) “Jika aku pilihkan untukmu seorang wanita yang kaya raya, cantik dan berkecukupan, maka apakah kamu mau menerimanya?”
Muhammad : “Siapa dia?”
Nafisah : (Dengan cepat dia menjawab) “Dia adalah Khadijah binti Khuwailid.”
Muhammad : “Jika dia setuju maka akupun setuju.”
BACA JUGA:Â 4 Pelajaran dari Kehidupan Khadijah
Nafisah pergi menemui Khadijah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan Muhammad al-Amin memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk menikahi sayyidah Khadijah. Kemudian berangkatlah Abu Tholib, Hamzah dan yang lain menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin Asad untuk melamar Khadijah bagi putra saudaranya, dan selanjutnya menyerahkan mahar.
Maka jadilah Sayyidah Quraisy sebagai istri dari Muhammad al-Amin dan jadilah dirinya sebagai contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami dari pada kepentingan sendiri. Manakala Muhammad mengharapkan Zaid bin Haritsah, maka dihadiahkanlah oleh Khadijah kepada Muhammad. Demikian juga tatkala Muhammad ingin mengembil salah seorang dari putra pamannya, Abu Tholib, maka Khadijah menyediakan suatu ruangan bagi Ali bin Abi Tholib radhiallâhu ‘anhu agar dia dapat mencontoh akhlak suaminya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di sinlah letak keberanian dan bentuk PD seorang wanita yang tidak harus dipusingkan dengan kecantikkan dan melulu ingin merasa muda secara fisik. Karena bagi Ummi segalanya adalah kedewasaan hati dan keikhlasan atas potensi diri yang membuatnya yakin bahwa Muhammad adalah pilihan terbaik dan mau meminangnya. []
REDAKTUR: PIZARO