SEMASA hidupnya, Umar adalah sosok yang amat tegas. Bahkan, para umahat langsung terdiam saat Umar datang, padahal sebelumnya mereka asyik menyampaikan sesuatu kepada Rasulullah. Diamnya para umahat adalah sebentuk rasa hormat, sebab mengetahui karakter Umar.
Dalam sabda Rasulullah yang lain juga disebutkan bahwa setan lebih memilih lari dan mencari jalan lain saat berpapasan dengan Umar di jalan yang sama. Itulah di antara alasan mengapa Umar mendapat julukan al-Faruq dan disebut sebagai salah satu pintu fitnah. Kelak setelah Umar wafat, fitnah yang dialami kaum muslimin semakin menjadi-jadi.
Dalam memimpin, Umar adalah teladan tiada banding. Hingga kini, keteladanan Umar senantiasa dibincang harum dalam banyak literatur dan forum diskusi. Beliau adalah pemimpin yang tegas, peduli, bijaksana, tak pilih kasih, dan adil. Sebagai seorang pemimpin, beliau tak segan atau malu untuk memikul gandum yang hendak diberikannya kepada rakyat miskin nan kelaparan.
Pada suatu siang, Umar kelelahan sebab mengurus rakyatnya seharian. Beliaupun beristirahat di atas tumpukan tanah dan kerikil berlinangan keringat. Dalam episode kelelahan ini, Umar memanjatkan doa yang amat menyentuh hati. Beliau meminta kepada Allah Ta’ala dengan sesuatu yang tak banyak dilakukan oleh pemimpin lain selepasnya.
“Ya Allah,” pinta Umar lirih, “usiaku sudah semakin udzur, tubuhku semakin tua,” dan, lanjutnya terbata, “rakyatku sudah semakin banyak.” Itulah kalimat yang dipilih oleh Umar dalam panjatkan doa. Sebuah pengakuan bahwa dirinya hanyalah manusia biasa yang memiliki sifat lemah nan tak berdaya di hadapan Rabbnya.
Dalam jenak, bibirnya semakin terbata melanjutkan pinta, “Kembalikan aku kepada-Mu dalam kondisi tidak menyia-nyiakan mereka, dan dalam kondisi tidak termakan fitnah.” Duhai, dalam lemahnya fisik yang dirasakan, beliau masih sibuk meminta sesuatu untuk rakyatnya.
Lanjutnya semakin jelas, “Tetapkanlah bagiku kematian sebagai syahid di jalan-Mu, dan wafat di tanah Rasul-Mu.” Beliau yang gagah perkasa itu, dengan tunduk meminta kematian di jalan Allah Ta’ala. Kemudian sebagai wujud rindunya kepada Nabi, Umar juga memohon agar diwafatkan di tanah kelahiran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.[]
Sumber: Kisahikmah.com