AKHIR-akhir ini kita sering mendengar istilah “depresi global” yang dituduhkan sebagai ulah perubahan yang super cepat serta arus transformasi yang super canggih. Dampak yang mudah dirasakan dalam kehidupan rumah-tangga, konon semakin menipisnya kemesraan dan kebahagiaan antara pihak suami dan istri.
Sedangkan, Rasulullah pernah memberikan peringatan bahwa, “Tidak dibenarkan seorang muknin membenci pasangannya. Jikapun ia melihat kekurangan pada satu sisi, ia harus bisa melihat kelebihan pada sisi-sisi lainnya.”
Fenomena kehidupan rumah-tangga secara global, tercermin secara jelas dalam film “The Shape of Water”, ketika para wanita kehilangan cinta dan kepercayaan terhadap pasangannya, ia akan mudah mencari pelarian pada aspek lain yang bisa menjanjikan “kehangatan” di sisinya. Kemenangan film tersebut di ajang Academy Award (2018) memang menimbulkan kontroversi, meskipun tema yang digagas sangat interesan hingga membuat takjub di kalangan para pengamat sineas dan kebudayaan dunia.
Tidak sedikit kasus-kasus kekerasan dalam rumah-tangga (KDRT) ditimbulkan karena persoalan-persoalan kecil dan sepele. Misalnya, pihak laki-laki begitu mudah menggeneralisir alat ukur seakan-akan semua prilaku istrinya adalah buruk, tanpa sempat melihat aspek-aspek lain sebagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh wanita lainnya. Padahal, setiap manusia memiliki sisi kelebihan dan kekurangannya sendiri.
Di bumi manapun kita berpijak, kita tidak akan pernah menemukan manusia yang sempurna. Justru semestinya pihak lelaki – sebagai pemimpin – perlu membantu para istri agar melengkapi kekurangannya, memperbaiki apa yang terasa belum baik pada dirinya.
Kadang-kadang seorang suami lupa diri, bahwa ketika seorang wanita mau mendengar peringatan suaminya, dan perlahan-lahan mau melengkapi kekurangannya, hal itu pun merupakan kelebihan tersendiri yang boleh jadi tidak terdapat pada wanita lainnya. Bukankah setiap istri adalah cermin dari prilaku suaminya? Ketika seorang suami banyak mengeluh perihal tabiat dan kelakuan istrinya, banyak membeberkan kekurangan istrinya, secara tidak langsung sebenarnya ia membicarakan kelemahan yang ada pada dirinya.
Rumusan sederhana yang diajarkan Rasul dalam membimbing para istri adalah sikap tegas dan bijaksana. “Seperti halnya tulang rusuk, kalau dipaksakan lurus ia akan patah, tapi kalau dibiarkan saja, ia akan terus membengkok.” Sama halnya dengan sifat pohon yang pangkal batangnya menjorok. Bila diluruskan seketika, ia akan retak dan patah, tetapi bila dibiarkan ia akan semakin jauh menjorok. Karena itu, solusi terbaik untuk meluruskan pohon yang bengkok dibutuhkan waktu dan kesabaran, hingga cagak lurus yang menyangga batang pohon itu lambat laun akan berfungsi dengan baik.
Berikut ini diceritakan kisah tentang Fulan, sahabat saya, yang suatu ketika bersilaturahim ke kediaman saya. Ia banyak mengeluhkan kelakuan istrinya, Fulanah, yang konon semakin hari semakin egois dan keras kepala. Karena pertengkaran melulu setiap hari, si Fulan mencari pelampiasan dengan teman selingkuhannya (sebut saja Hamidah) yang makin lama makin lengket saja.
Tak berapa lama, Fulan dan Fulanah pun bercerai. Fulan akhirnya menikah dengan Hamidah, beberapa bulan kemudian Fulanah juga menikah dengan teman barunya (sebut saja Tohir).
Bulan-bulan pertama tak ada kabar berita. Pernikahan mereka konon baik-baik saja. Tetapi, setelah enam bulan berlalu, kelembutan dan keanggunan Hamidah kian memudar. Fulan memandang Hamidah semakin angkuh, sombong dan serakah. Sampai akhirnya, rumah-tangga Fulan pun kandas lagi untuk yang kedua kalinya.
“Mungkin inilah jalan hidup saya, barangkali memang sudah ketentuan Yang di Atas,” kata Fulan mengeluhkan nasib hidupnya sendiri.
Pada saat makan siang, di suatu restoran, Fulan bertemu dengan Tohir, suami dari mantan istrinya, Fulanah. Mulanya mereka tak saling tegur sapa, tetapi karena keduanya saling berhadapan pada satu meja, tak ada tempat duduk lain, mau tidak mau Tohir menyapa orang yang berada di hadapannya. Perbincangan semakin menjauh, hingga Fulan memancing Tohir tentang bagaimana nasib rumah-tangganya bersama Fulanah.
Dari sisi wajah dan ketampanan, Tohir sebenarnya tidak setampan Fulan.
Dari sisi kecakapan, dia juga tidak secerdas Fulan. Tetapi, ia memang tipikal laki-laki yang pintar memilih kata-kata dalam percakapan dengan lawan bicaranya. Dengan sangat hati-hati Tohir mengatakan, “Istri saya baik-baik saja. Dia sangat perhatian kepada saya. Tapi seumumnya kaum wanita, mereka memang hebat, termasuk istri saya. Dia tidak banyak mengeluh saat mengerjakan urusan rumah-tangga. Doakan saja, sekarang dia sudah mengandung tiga bulan, dan saya percaya dia adalah tipikal wanita yang telaten dan penyayang kepada anak-anaknya kelak. Dia cukup terbuka dan jujur kepada saya. Saatnya butuh perhatian dia pun sangat pintar memperhatikan kebutuhan suaminya. Saya kira, saat ini sudah jarang tipikal perempuan macam itu.”
Fulan jadi serba-salah. Dalam pikirannya selalu ia bertanya-tanya, “Apakah benar seperti yang disampaikan Tohir tadi? Apakah mantan istrinya memang sebaik itu?” Selang beberapa hari kemudian, di sekitar Pasar Kelapa Fulan memergoki keduanya sedang berbelanja.
Dan memang benar adanya, keduanya nampak begitu mesra. Tohir dengan setia menggandeng tangan istrinya, dan tidak membiarkan sang istri menjinjing belanjaan yang begitu berat. Kebahagiaan pasangan rumah-tangga itu tercermin dari tawa dan candaan mereka saat memilih barang yang hendak mereka beli. Dari ekor matanya, Fulan terus membuntuti mereka, dengan dahi mengkerut bertanya-tanya selalu.
Perlu disampaikan di sini, terutama bagi para suami sebagai pemimpin rumah-tangga, yang memiliki posisi yang sama dengan Fulan. Percayalah, bahwa Anda sendiri punya peran penting untuk menentukan nasib hidup Anda. Dalam berbagai macam situasi, sebagai pemimpin dan kepala rumah-tangga, setiap kita berhak untuk menentukan jalan hidup kita. Termasuk meluruskan jalan hidup sang istri yang ditentukan Tuhan sebagai pasangan kita.
Orang-orang bijak mengatakan, sosok wanita dapat berubah menjadi bidadari dan malaikat, tergantung pada sikap laki-laki. Namun, pada situasi lain mereka pun dapat pula menjelma seperti nenek sihir atau Mak Lampir.
Sesungguhnya rasa cinta dari pihak wanita akan muncul karena rasa kasih-sayang dari pria. Bila sang suami bersikap dingin, serta-merta si istri akan banyak mengeluh. Bila suami seringkali berbohong, maka akan mudah memancing kebencian dari pihak istri. Karena pada dasarnya, kebahagiaan wanita akan muncul lantaran keterbukaan dan kehangatan dari sikap pria. Tapi juga sebaliknya, kerusakan mental wanita tak lain dari hutang kaum pria yang harus berani mengadakan evaluasi dan introspeksi diri (muhasabah).
Jika diibaratkan sebuah gitar, ketika ia bertemu dengan gitaris handal, suara yang akan dihasilkan akan mengalun sedemikian merdu dan indahnya. Jika gitar itu dimainkan oleh orang yang biasa saja, nada lagu yang dihasilkan juga biasa-biasa saja. Tapi sebagus apapun gitar itu, jika dimainkan secara serampangan, ia tidak akan membentuk nada lagu apapun.
Pada detik-detik ketika Fulanah diajak menikah, ia rela mengorbankan dirinya, serta memutuskan menjalani hidup bersama Fulan suaminya. Meskipun, dalam setiap pernikahan dibutuhkan kesabaran tinggi untuk bisa saling memahami kelebihan dan kekurangan pasangannya. Tapi bagaimanapun, kesabaran laki-laki sebagai kepala rumah-tangga adalah kebajikan yang paling utama.
Oleh karena itu, jika Anda seorang yang bertanggung jawab dan menghendaki wanita baik seperti malaikat atau bidadari, terlebih dahulu perlakukan dia sebagai sosok malaikat dan bidadari.
Karena pada prinsipnya, semua wanita di dunia yang sudah menjadi istri seseorang, mereka punya potensi untuk menjadi sang bidadari atau malaikat. Ketika Anda bisa memperlakukannya dengan baik, Anda akan menyadari bahwa perubahan sikap Anda dapat membentuk sesosok malaikat dan bidadari yang mulia, cantik nan jelita. Subhanallah. []