DIRIWAYATKAN dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda, “Sesungguhnya adakalanya dua orang sama-sama mengerjakan shalat di mana rukuk dan sujud kedua orang itu sama, akan tetapi perbedaan shalat kedua orang itu bagaikan perbedaan langit dan bumi.”
Mihrab itu dinamakan dengan mihrab, yang berarti medan perang, karena ia tempat untuk berperang melawan setan yang berusaha sekuat tenaga untuk menggoda manusia agar hatinya tidak khusyuk.
BACA JUGA: 8 Manfaat Gerakan Shalat bagi Kesehatan yang Jarang Diketahui
Diceritakan bahwa Hatim Az Zahid sewaktu masuk ke rumah Isham bin Yusuf, Isham bertanya, “Wahai Hatim, apakah kamu telah menyempurnakan shalatmu?” Hatim menjawab, “Ya.” Isham bertanya, “Bagaimana kamu mengerjakan shalat?” Hatim menjawab, “Apabila telah dekat waktu shalat, saya mengerjakan wudhu dengan sempurna lalu berdiri tegak di tempat shalat sampai semua anggota tubuh tenang dan siap, dan saya membayangkan seolah-olah Ka’bah berada di depan mata, maqam berada di depan dada, Allah Ta’ala mengetahui apa yang ada di dalam hati, seolah-olah telapak kaki berada di atas shirath, surga berada di sebelah kanan, neraka di sebelah kiri, malakul maut berada di belakang, dan saya membayangkan bahwa shalat ini adalah shalat yang terakhir bagi saya. Kemudian saya mengucapkan takbir dengan khusyuk, membaca-bacaan dengan tafakkur, rukuk dengan tawadlu’, sujud dengan tunduk merendah, lantas duduk dengan sempurna, membaca tasyahhud dengan penuh harapan dan kecemasan, dan saya serahkan semua ini dengan ikhlas. Saya bangun dari shalat itu dengan perasaan penuh harapan dan kecemasan, lalu saya hati-hati dalam mengerjakan semuanya ini dengan penuh kesabaran.” Isham berkata, “Demikian itulah cara shalatmu?” Hatim menjawab, “Ya, demikian itulah cara shalatku.” Isham bertanya, “Wahai Hatim, sudah berapa lama kamu melakukan shalat yang demikian itu?” Hatim menjawab, “sudah 30 tahun.” Kemudian Isham menangis dan berkata, “Saya belum pernah sekalipun shalat seperti cara shalatmu itu.”
BACA JUGA: Doa Agar Kita Rajin Tunaikan Shalat
Diceritakan bahwa pernah satu kali Hatim tidak bisa mengikuti shalat jamaah, dan hanya seorang saja di antara kawannya yang menjenguknya, lalu Hatim menangis dan berkata, “Seandainya anak saya mati, niscaya separo dari penduduk Balkh ini akan menjenguk saya, akan tetapi saat ini, di waktu saya tidak bisa mengikuti shalat jamaah hanya seorang teman saya saja, padahal seandainya semua anak saya mati, niscaya lebih ringan bagi saya daripada tidak bisa mengikuti shalat jamaah.” []
Sumber: Terjemah Tanbihul Ghafilin 2/Karya: Abu Laits As Samarqandi/Penerbit: PT Karya Putra Semarang