EMPATÂ bulan lalu, saat kedua mertua saya meninggal dunia hanya selisih 4 hari saja, (semoga Allah SWT menempatkan mereka di tempat yang baik di sisi-Nya), ada sekelompok teman yang takziah, datang ke rumah, sepekan setelahnya. MasyaAllah. Ternyata benar ya, ditengok oleh teman, saat kita berduka itu, bikin gembira.
Tapi ternyata, empat orang teman ini, pas di rumah, malah hanya ngomongin semua hal tentang anak mereka di sekolah. Kebetulan, keempat anak mereka bersekolah di tempat yang sama.
Nyaris ga ada pertanyaan ke saya soal kenapa bapak dan ibu mertua saya meninggal. Atau apapun itu yang berkenaan dengan itu. Malah, mereka sesekali nanya ke saya karena anak saya pernah sekolah di situ juga. Lho, itu kan sekitar 2 tahun lalu dan saya udah lupa segala sesuatu tentang sekolah ini?
5 menit saya masih bertahan. 20 menit saya akhirnya memutuskan melipir ke ruang sebelah rumah, dan duduk di sofa sambil scrolling Facebook. Saya tinggalin mereka begitu aja. Sambil kepala berpikir, kok bisa ya gitu orang takziah, kemudian asyik sendiri? And you know, berapa lama mereka tinggal di rumah saya? 3 jam! Dan saya bener-bener meninggalkan mereka berempat aja ngobrol.
Sampe istri saya, yang menerima istri-istri mereka, mendatangi saya, “Kenapa ayah tinggalin tamu?”
Saya menjawab, “Aku nggak paham sama sekali maksud mereka datang ke rumah kita. Kamu dengar sendirikan obrolannya gimana?”
Istri saya mengangguk, tersenyum. “Sabar,” ujarnya.
BACA JUGA:Â Blok Blok Blok
Katanya, ada beberapa perkataan yang nggak boleh diucapin saat melayat, semisal “Jangan sedih ya”, atau
“Sabar ya”, tapi kamu sama sekali berisik nge-gossip di rumah duka, red flag banget ga sih?
Hidup ini selalu bisa memilih. Ga jawab WA, nggak berpihak pada salah satu dari dua orang yang sedang berselisih, berempati, atau apapun itu. Saya lebih memilih untuk tidak berada di orang-orang yang tidak tepat buat saya. []