SHALAT adalah tiangnya agama dan sabar adalah perilaku terpuji yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Sabar dan shalat bila dihubungkan bisa kita lihat dari dua sudut pandang yang berbeda. Penghubungan pertama sabar dikaitkan dalam memulai shalat, ketika kita memulai shalat tidak diindahkan untuk bersabar. Maksudnya, ketika mendengar azan hendaknya kita langsung mengambil wudhu dan mengerjakan shalat. Penghubungan yang kedua yaitu sabar dalam pelaksanaan shalat.
Penghubungan shalat dan sabar kali ini benar. Sebabnya, dalam pelaksanaan shalat, agar diterima, haruslah shalat itu dikerjakan dengan tumaninah dan tidak terburu-buru. Demikian bisa kita simpulkan bahwa dalam memulai shalat kita tidak boleh bersabar.
Dan selain daripada shalat, ada dua perkara lain yang dalam pelaksanaanya kita tidak boleh bersabar. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Tak ada sabar dalam tiga hal. Tiba waktu sembahyang, segeralah kau lakukan. Saat datang kematian seseorang, cepatlah urus pemakaman. Jika khilaf lakukan dosa, tobat janganlah ditunda,” (HR. Abu Bakar al-Wasith).
BACA JUGA: Sabar Itu Ibarat Jamu yang Pahit, tapi …
Pekerjaan yang dilakukan dengan tergesa-gesa pasti berakhir dengan tidak baik. Misalnya membangun rumah. Kalau semestinya dikerjakan tiga bulan, harus selesai satu bulan tanpa ditambah pekerjanya, pasti hasilnya bisa dibayangkan. Berantakan.
Belajar menghadapi ujian. Ujiannya besok hari, padahal materi ujian banyak sekali yang belum dibaca. Dalam satu malam mana bisa semuanya masuk ke otak. Kalaupun ada sedikit yang dibaca bisa-bisa saat ujian lupa semua karena belajarnya tergesa-gesa.
Kita punya acara kalau persiapannya tidak matang juga hasilnya pasti buruk. Pesta perkawinan yang dipersipkan dalam satu dua hari juga pasti berantakan. Pokoknya semua pekerjaan yang dilakukan secara tergesa-gesa itu kurang baik.
Namun sekurang-kurangnya ada tiga hal, di mana tergesa-gesa itu justru malah baik. Kadang manusia tidak menganggap tiga hal ini penting sehingga malah menunda-nundanya. Ketiga hal tersebut adalah shalat, mengurus jenazah dan tobat.
Apabila azan sudah berkumandang, segeralah mengerjakan shalat. Jangan ditunda-tunda. Memang ada hadits yang melarang kita untuk tergesa-gesa dalam shalat sehingga tidak tuma’ninah. Rasulullah SAW menganggap orang yang seperti ini belum shalat sehingga harus mengulang kembali. Atau dalam menuju masjid untuk mengejar shalat jamaah kita berlari-lari, tergesa-gesa. Ini juga tidak baik. Jadi maksudnya menyegerakan shalat juga bukan “grusa-grusu” alias seperti orang yang kebakaran jenggot. Segerakan shalat maksudnya adalah jika datang waktu shalat, tinggalkan semua aktivitas. Ambil air wudhu dan tunaikan shalat tepat waktu.
Biasanya orang yang menunda shalat, shalatnya akan di akhir waktu. Misalnya shalat dzuhur. Pada waktu adzan berkumandang ia ingat, “Oh iya, waktu shalat telah tiba, aku harus shalat.” Namun dalam hatinya, “Ntar dulu deh. Tanggung, pekerjaan tinggal dikit.” Biasanya orang seperti ini pelaksanaan shalatnya tidak segera setelah pekerjaan tanggungnya selesai, tapi di akhir waktu. Demikian juga orang yang ingat shalat tapi tidak segera shalat maka shalat Allah SWT karena ia menyepelekan. Ketika selesai makan siang kira-kira pukul 13.00 seorang karyawan kantor ingat bahwa dia belum shalat dzuhur. Namun karena dia berpikiran, “Ah, waktu dzuhurnya kan masih panjang, sampai 15.00. Leha-leha dulu ah….” Ketika dia ingat kembali waktunya sudah pukul 14.00 lebih. Maka ia shalat dengan tergesa-gesa. Oleh karena itu bila tiba waktu shalat segeralah shalat.
Agama Islam paling berbeda dalam pengurusan jenazah. Terhadap jenazah, agama atau kepercayaan lain biasanya justru berlama-lama dalam menguburkannya. Islam mensyariatkan bahwa apabila seorang muslim meninggal, segeralah diurus. Dimandikanlah, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan. Sesegera mungkin. Bila meninggal di pagi hari, sebaiknya sore sudah dikuburkan. Apabila meninggal di sore hari, pagi berikutnya sebaiknya sudah dikuburkan.
Sering keluarga harus menunggu beberapa anak atau saudara yang belum datang dari luar kota sehingga jenazah diundur untuk dikuburkan. Hal semacam ini tentu kurang baik. Sebab yang belum pasti mengalahkan yang sudah pasti. Artinya sanak saudara yang datang tersebut belum pasti. Bisa satu jam, dua jam atau lebih karena masalah transportasi. Apalagi jika harus naik pesawat yang keberangkatannya sering delay (ditunda). Sementara jenazah yang telah terbujur di depan mereka sudah pasti meninggalnya.
BACA JUGA: Belajar dari Kesabaran Nabi Ibrahim
Orang yang meninggal sendiri sebetulnya sudah dalam urusannya sendiri. Tidak bersegera dalam menguburkan jenazah tidak ada urusannya dengan perjalanan rohnya. Ia akan berimplikasi kepada yang masih hidup. Orang yang berlama-lama dalam mengurus jenazah termasuk sedang melakukan dosa.
Terakhir, dan ini cukup penting, jika kita khilaf mengerjakan perbuatan dosa segeralah bertobat. Tidak ada kata santai jika kita tengah membuat Allah SWT marah. Kita pun sebagai manusia kalau telah membuat marah atasan kita, buru-buru kita datang ke ruang kerjanya untuk minta maaf. Kita jelaskan bahwa kesalahan yang kita lakukan bukan suatu kesengajaan.
Tapi kita benar-benar khilaf. Ketika teman sekantor kita memberi tahu kita, “Eh, Pak Direktur marah lho begitu baca laporanmu.” Tentu jika kita karyawan yang baik tidak mungkin kita mengatakan, “Ah, santai saja. Nanti juga aku jelasin bakal ngerti.” Pasti kawan kita akan mengatakan “Gila, lu!” Sebagai karyawan yang baik kita akan segera meninggalkan pekerjaan kita dan segera menuju ruang kerja sang direktur untuk minta maaf dan menjelaskan duduk perkaranya.
Begitulah seharusnya jika kita bersalah kepada Allah SWT, harus buru-buru untuk minta maaf atas segala kekhilafan kita. []
Sumber: Hikmah dari Langit/Ust. Yusuf Mansur & Budi Handrianto/Penerbit: Pena Pundi Aksara/2007