JARI-jemari ini memegang jari-jemari lain. Menarik garis tawa di pipi. Dua bola mata menatap dua bola mata yang lain. Sementara sang bahu bersiap menyiapkan tempat untuk bersandar.
Air mata itu menetes dari dua bola mata yang ku tatap. Ternyata ada gelisah yang kau dekap dalam jemari ini, dan resah yang ingin kau rebahkan pada bahu ini. Ku sadar dia adalah seorang sahabat.
Sering kita menilai jika sahabat sejati adalah orang yang akan selalu memberi saat kita membutuhkan dan mendengarkan saat kita ingin berkeluh kesah. Tapi sulit rasanya mencari seorang sahabat sejati. Mengapa? Mungkin kita memang salah pandangan.
Adapun jika mencari sahabat untuk diberi, pastilah mereka segera hadir di hadapan kita. Sebab mereka memang ada di tiap sudut dan seluruh penjuru bumi.
Jadilah orang asing, dan jadilah pencari sahabat untuk diberi. Bukankah Sang Nabi memberi pesan kepada kita untuk menjadi orang asing dalam kehidupan ini? ”Jadilah kalian di dunia,” begitu sabdanya dalam riwayat Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, “Bagai orang asing. Atau penyebrang jalan.”
Ringkasnya kita mencari sahabat untuk diberi. Setelah menemukan sahabat untuk diberi, hampir niscaya kita akan merasakan timbal-bailk persaudaraan yang indah. Tetapi, mulai dari sinilah kita menyadari prinsip, jika semua hubungan perlu perawatan.
Tentu saja ada jaminan yang manis untuk setiap ikhtiar meneguhkan diri sebagai pencari sahabat untuk diberi. Inilah penegasanNya dalam sebuah hadist Qudsi yang
diriwayatkan Imam Malik dan Imam Ahmad. “ CintaKu mesti,” demikian Allah berfirman,
“CintaKu mesti bagi orang-orang yang saling mencintai karena Aku. CintaKu mesti, bagi orang-orang yang saling bersilaturrahim karena Aku. CintaKu mesti bagi orang-orang yang saling menasehati karena Aku. CintaKu mesti bagi orang-orang yang saling memberi karena Aku.”
Sumber: Dalam Dekapan Ukhuwah/ Salim A. Fillah/Pro-U Media