Oleh: Rizal Abu Fawazz
RASA sakit itu banyak macamnya, ada obatnya, bisa dipahami dan bisa dipelajari. Sakit gigi bisa dipelajari dan ada obatnya oleh karenanya ada dokter gigi untuk mengobati pasien sakit gigi. Sakit mata jelas kelihatan merah harusnya putih, obatnya banyak dan bisa sembuh. Sakit usus buntu meski pun tak terlihat langsung, tapi bisa dirasakan dan bisa dicek oleh dokter dan bisa sembuh dengan dioperasi usus buntu.
Rumah sakit memperoleh laba dari mengetahui penyakit, mendiagnosisnya, memberikan penanganan dan perawatan kepada pasien. Di akhir proses, tujuan yang diharapkan ialah pasien sembuh dan rumah sakit bisa memperoleh keuntungan darinya.
Orang sakit mengetahui dengan pasti bahwa dirinya sakit. Ada yang terasa janggal terkadang sakit pada anggota tubuhnya, sehingga dia pergi ke rumah sakit untuk menemukan jenis sakit apa yang dia derita untuk kemudian diobati dan sembuh. Beres kan.
Semua terasa biasa-biasa saja, karena kita pun meyakini likulli daa’in dawaa’un, setiap sakit ada obatnya. Bahkan apalagi sekarang ada BPJS yang memberikan keringanan kepada para orang sakit untuk berobat ke rumah sakit, karena biaya dan segala rupanya telah dibayarkan di muka oleh kita dengan mentransfer via bank setiap bulan.
Dengan BPJS para pasien tidak lagi gentar menghadapi security di pos satpam gerbang depan rumah sakit, karena tidak akan ditanya lagi, “Kerja kamu apa, rumah kamu ukuran berapa, gaji kamu sisa berapa setelah dikurangi potongan, dan sendal kamu nomor berapa”—takut ada yang kehilangan sendal di bangsal rumah sakit, sehingga para pasien terkesan takut untuk ke rumah sakit, takut tidak bisa bayar lah, tidak bisa pulanglah, tak bisa sembuh apalagi.
Dengan BPJS, para pasien bisa melangkah lebih maju, datanglah mereka sekarang ke rumah sakit dengan berseri-seri. Para pasien selangkah lebih tinggi lagi daripada pos satpam gerbang rumah sakit yaitu : ruang resepsionis aka. Ruang daftar pasien, tidak lebih dan tidak kurang.
Jika pasien masih kondisi stabil itu artinya harus mengucap syukur alhamdulillah karena ia akan lulus ujian fase ini, fase menunggu antrian pelayanan menggunakan BPJS yang mengular di hampir semua rumah sakit, klinik dan puskesmas ternama di kota anda. Bagi pasien kondisi stabil menunggu 2 jam sampai 8 jam untuk mendapatkan giliran periksa dokter adalah tidak masalah, biasa saja.
Namun ucapkan turut berduka cita bagi pasien kondisi kritis. Dengan menggunakan BPJS artinya pasien tersebut telah mengetuk pintu kuburan, karena 2 jam saja waktu antrian menunggu pendaftaran, nomor urut 62 baru dipanggil 32, dipingpong ke bagian bla bla bla adalah arti bagi pasien kritis itu menandatangani surat kematian.
Overall, semua sakit bisa ditangani karena ada pasien, ada obat dan ada rumah sakit dengan senyuman khasnya menyambut pasien kaya raya yang sanggup deposit dulu, tanpa BPJS lagi, hehe.
Namun, ada satu sakit yang tidak ada penyembuhnya, karena menurut pengamatan saya sakit ini belum ada rumah sakit dan dokter spesialisnya, walaupun harusnya masuk ranah rumah sakit ibu dan anak. Karena berhubungan dengan seorang ibu dan anaknya.
Sakit apakah itu?
Sakitnya seorang ibu ketika kehilangan anaknya yang meninggal adalah sakit yang tidak ada obatnya sampai saat ini dan saat yang akan datang. Takdir itu ialah anaknya pergi meninggalkannya sebelum si ibu dan si ibu menyaksikan kematian anaknya itu.
Ibu tersebut sakit karena anaknya hilang pergi meninggalkan dia dan tidak bisa kembali lagi. Ibu itu merasa kesakitan di dalam hatinya karena belahan hatinya yang lahir dari rahimnya setelah dikandung selama 9 bulan dan dilahirkan dengan bertaruh nyawa pergi meninggalkannya di pangkuannya. Coba sakit apalagi yang sakitnya melebihi kesakitan seorang ibu yang ditinggal anaknya mati?
Sakit jantung sakit tapi bisa diobati, sakit paru-paru sakit tapi bisa diobati, sakit jiwa sakit tapi ada obatnya bagi yang ingin berobat dan didukung keluarga, namun ini adalah sakit kehilangan anak, adakah dokter yang bisa mengobatinya.
Ketika Anda mengidap sakit ini, anda akan menangis secara tiba-tiba ketika anda rindu pada anak Anda namun anak itu telah meninggal dan tidak bisa datang kembali. Ketika terjangkit penyakit ini Anda akan kelihatan kuat tegar dan berkomunikasi seperti biasa. Namun ketika sunyi datang dan memori anak Anda datang ke pikiran Anda tidak akan tenang sampai Anda menangis, bahkan menangis pun tidak dapat menenangkan Anda. Anda jadi kuat menangis beberapa lama sampai mata Anda bengkak dan merah, sungguh aneh kan. Anda seperti berusaha meraih-raih dengan kedua tangan anda milik Anda , kesayangan, sesuatu yang tidak bisa Anda gapai, padahal Anda menangis meraung-raung untuk menggapainya.
Lantas apa bedanya sih dengan kehilangan suami, kehilangan ayah, kehilangan saudara? Jelas beda. Di sini kita lihat kenapa hal-hal tersebut saya bilang beda.
Kehilangan anak artinya kehilangan belahan hati yang susah payah dilahirkan dan dibesarkan, kehilangan anak berarti kehilangan harapan dan rencana yang telah disusun satu demi satu, kehilangan anak berarti ada lubang, sesuatu yang tercongkel dari diri dan kita tidak tau lubang itu bisakah tertutup atau sembuh, kehilangan anak berarti kehilangan sesuatu yang biasa diasuh diajak bicara bercanda dan diupahan sehari-harinya.
Anak itu menarik, karena ia berinteraksi dengan kita dan dia berkembang dengan interaksinya bersama kita, dia unik karena dia belajar mulai membuka mata, merangkak, tersenyum dan bicara, berlari dan berkata-kata karena kita. Dalam kesehariannya yang menunjukkan perkembangan kita merasa bangga dan puas dengan segala kelelahan sakit dan babak belur usaha dan bekerja.
Saat tiba waktunya mengaji, kita terharu dia bisa mengaji dengan lancar padahal perasaan baru saja dia bisa bicara. Saat dia pulang dengan membawa hasil ujian dan buku harian sekolahnya ada rasa bangga dan senyum yang spontan tersungging melihat jawaban-jawabannya dalam soal-soal latihan, subhanallah, anakku ternyata pandai ya, padahal rasanya baru kemaren dia nangis-nangis minta naik odong-odong.
Anak itu cerminan sikap kita kepadanya, jika kita baik dia rajin, sigap, nurut dan familiar. Saat kita sibuk dia caper, marah-marah dan nangis tiba-tiba. Saat kita sakit dia jadi perhatian, lemah lembut, rajin belajar dan mandiri, saat kita kesal dan capek dia loncat-loncat dan berkata-kata celoteh lucu dan pintar.
Dan bayangkan semua kenangan-kenangan itu sirna seketika, seperti rak buku yang dijatuhkan, brak…!
Semua kenangan kita berserakan, dan kita sedih memungutinya satu per satu, mau ditaruh kemana semua buku itu, sedangkan rak nya sudah hancur berkeping-keping.
Dan bayangkan papan tulis yang dihapus seketika, semua tulisan kita hilang, yang tersisa hanya sisa-sisa serbuk kapur putih yang kita pegang dan rasa-rasa dengan kulit jari jemari kita. Padahal baru saja kita menulis disitu, dan masih pegal tangan ini sisa menulis di situ.
Dan semua bayangan-bayangan diatas benar-benar terjadi pada seorang ibu yang anaknya meninggal. Kita tidak bisa menyalahkan mereka kenapa tidak bisa move on, kenapa tidak lupakan saja yang telah meninggal itu toh nanti bisa ada lagi adiknya, kenapa tidak bersabar atas musibah dan berdoa moga diberi pahala kesabaran, kenapa oh kenapa kenapa yang lainnya.
Jawabannya satu, ialah karena itulah naluri seorang ibu. Maka benarlah hadits bahwa jannah itu ada dibawah telapak kaki ibu, ibu mu ibu mu ibu mu baru bapakmu, berbuat baiklah kepada ibu bapakmu selama tidak bermaksiat kepada Allah SWT dan ajaran-ajaran Islam lainnya yang menghormati kedudukan seorang ibu, karena inilah dia seorang ibu.
Ibu yang tabah, sosok dan kuat dan bertahan meski dia mengidap satu penyakit yang tidak ada obatnya : kematian anaknya.
Akhir kata, hormatilah ibumu, kasihi dan sayangi ia selagi ia masih ada, ingat selalu pengorbanannya untuk kalian anak-anaknya, ingat betapa sakitnya ia membesarkan kita dan ingat ketika ia kehilangan seorang anaknya artinya selalu ada kekosongan dalam hatinya yang tidak ada obatnya. []