Di malam buta, di saat anak-istrimu lelap, di saat tubuhmu tegap, di saat hartamu gemerlap, di saat jabatanmu menancap, di saat karirmu melesap, di saat makanmu lahap, kau sungguh tak tak menyangka ada maut yang beringsut dekat. Pedangnya menyala, berkobar-kobar membakar dada busungmu. Hatimu tak tentu. Pikirmu gagu. Tubuhmu kaku. Tanya beribu di kepala, kaubisu. “Oh, siapa gerangan? Ada apa gerangan? Bagaimana gerangan? … “
Kau tertangkap dan tertawan. Ribuan pedang menusuk rusukmu, sampai remuk. Tubuh gemuk berderai. Dadamu pecah terburai. Ada beberapa ular hitam, kalajengking, lifan, belatung, meloncat dari dadamu. Tiba-tiba kauingat si fulan yang mati kelaparan, si falun yang mati tak berobat, si fulun yang mati kebanjiran, si folon yang mati keguguran, si felen yang mati ditabrak. Lolongan mereka terus berubah menjadi pedang yang kian tajam, kian bara, kian dalam, kian panjang, kian besar, kian banyak. Tak tertahan oleh egomu yang biasa tumbuh subur serupa jamur di sela-sela ketiak dan selangkanganmu. Ih, gatal.
Maut bersenda-gurau. Kau tak merasa geli? Bermainlah dengannya. Pasang taruhanmu. Kira-kira kau menang berapa? Kelak bisa kaubawa pulang sebagai modalmu ke akhirat.
Kirim puisi-puisi religi Anda ke imel: islampos@gmail.com. Sertakan data diri dan foto.