SESEORANG mengutip perkataan shahabi tentang satu konsep tertentu, maka kita bisa tanya sanad dari perkataan shahabi tersebut, sebelum bicara makna dari perkataannya.
“Mana sanadnya? Shahih atau tidak. Kalau dhaif, dhaif ringan atau berat, atau malah disebutkan tanpa sanad?”
Memang benar, qaul shahabi tidak setara dengan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi ia tetap hujjah dan dalil bagi sebagian ulama, bahkan oleh Asy-Syafi’i sendiri (sebagaimana disebutkan di kitab Ar-Risalah dan dipegang oleh sebagian muhaqqiqin), jika tidak diketahui ada pendapat yang menyelisihinya.
Bahkan, ia bisa dihukumi marfu’, jika perkataan shahabi tersebut tidak mungkin berasal dari ijtihadnya.
BACA JUGA:Â Sanad Kitab
Seandainya pun bukan hujjah, maka fiqih, tafsir dan pemahaman mereka, diunggulkan atas pemahaman selain mereka.
Maka di sini, perlu kita ketahui, apakah nukilan riwayat dari shahabi itu valid sanadnya, atau tidak.
Itu baru qaul shahabi, apalagi yang jelas-jelas dinisbatkan kepada Nabi, tentu validasi sanadnya sangat-sangat penting.
Inilah maksud dari ungkapan Ibnu Mubarak, “Sanad itu bagian dari agama, seandainya tidak ada sanad, setiap orang akan bebas berkata apa saja.” Kalau tanpa sanad, setiap orang akan bebas menisbatkan satu perkataan kepada Nabi atau selain beliau, dan ini bisa merusak agama.
Bagaimana kalau sanad untuk validasi pemahaman?
BACA JUGA:Â Pengertian Sanad Ilmu atau Madrasah Keilmuwan
Untuk menguji pemahaman, bukan dengan validasi sanad, tapi dari timbangan standar setiap cabang ilmu. Kalau ada orang mengaku punya sanad nahwu, tapi mengajukan satu konsep yang menyelisihi seluruh ulama nahwu, dan tidak ada dasarnya dari kalam Arab di masa lalu, maka konsep tersebut tertolak.
Atau seseorang mengajukan satu pendapat fiqih, validasinya bukan dari apakah si fulan ini punya sanad kitab fiqih atau tidak misalnya, tapi dari ketepatannya berdasarkan timbangan kajian dalil dan fakta, yang merupakan ranah ushul fiqih. Juga, apakah pendapat tersebut menyelisihi ijma’ atau tidak. Dan seterusnya.
Wallahu a’lam. []
Oleh: Muhammad Abduh Negara