HAMPIR seperempat abad laki-laki ini menolak untuk menjadi seorang muslim. Sementara anaknya adalah seorang pendakwah yang merasa berdosa ketika ayahnya meninggal dalam keadaan kafir.
Pria bernama Abdur Raheem Green, merupakan seorang mantan Direktur Cairo Barclays Bank, bank multinasional yang berpusat di Inggris. Sekarang Abdur Rahman menjadi seorang pendakwah di Inggris.
Ayahnya suda hampir dua tahun sakit. Sakitnya semakin parah sehingga harus dilarikan ke salah satu rumah sakit di Kairo. Itulah yang membuat Abdur Raheem jauh-jauh dari Inggris ke Kairo.
“Saya memandanginya dan berpikir dia bisa saja meninggal malam itu,” kenang Abdur Raheem.
Sejak memeluk Islam hampir seperempat abad silam, Abdur Raheem selalu mengajak ayahnya masuk Islam, tapi terus saja gagal.
“Saya telah lama memikirkan kapan bisa mengajaknya. Bagaimana mengajaknya? Bagaimana cara yang tepat? Sekarang dia sedang sakit parah, saya tak mau menekannya, membuatnya bertambah sedih,” ujar pria 50 tahun itu.
Kemudian ia berpikir jika itu adalah kesempatan terakhir untuk mengajak ayahnya. Pria bernama kecil Anthony Vatswaf Galvin Green itu tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri jika ayahnya meninggal dan belum memeluk Islam.
“Sungguh saya merasa takut dia berkata tidak dan menolak ajakan saya,” ucapnya.
Namun satu hal yang ia pegang, ia tak mau memaksa.
“Kewajiban kita menyampaikan pesan, untuk menjelaskan kepada orang lain dengan cara sebaik yang kita bisa,” ujarnya.
Kemudian ia mendekati ayahnya. “Ayah. Saya punya sesuatu yang sangat penting untuk disampaikan. Apakah Ayah mendengar?” kata Abdur Raheem.
Sayangnya sang ayah sudah tak lancar berbicara, berbicaranya terbata-bata. Oleh karena itu, Green hanya mengangguk.
Abdur Raheem melanjutkan, “Saya punya sesuatu untuk saya katakan, jika tidak saya katakan, saya akan menyesal.”
Pria itu kemudian bercerita soal hari akhir dan hari pembalasan di telinga ayahnya. Di akhir cerita, Abdur Raheem mengucap syahadat. “Jadi Ayah, ini kunci ke surga. Ini sukses di hari kemudian, bagaimana menurut Ayah?” tanyanya.
Kemudian sang Ayah mengangguk. Abdur Raheem kembali bertanya, “Apakah itu artinya Ayah ingin mengucapkan syahadat?”
“Ya,” Jawab sang ayah masih terbata.
Hal itu tak diduga oleh Abdur Raheem. Abdur Raheem langsung membimbing ayahnya mengucap syahadat.
“Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah,” Abdul Raheem meninggalkan rumah sakit dengan lega karena jam besuk sudah habis.
Hari berikutnya kondisi ayahnya makin memburuk. Sang Ayah tak bisa ingat apa-apa. “Tapi itu bukan akhir segalanya,” tutur Abdur Raheem.
Abdur Raheem yang masih di rumah sakit mendengar ayahnya merintih. “Tolong, tolong saya,” kata Abdur Raheem menirukan ayahnya.
Dia kemudian bertanya, “Ayah, Ayah ingin saya melakukan apa?”
“Saya tidak tahu,” jawab Sang Ayah.
“Ajarkan saya sesuatu yang mudah dilakukan,” tambahnya dengan terbata.
Abdur Raheem kemudian ingat syahadat. “Sehingga saya berkata, jika saya menjadi Ayah, saya akan terus mengulang syahadat,” kata Abdur Raheem.
“Ya, aku ingin lakukan,” jawab Sang Ayah.
Ayah dan anak itu bersama-sama mengucap syahadat selama satu setengah jam.
“Dan kemudian saya mendengar ayah meninggal,” kata Abdur Raheem. Ayahnya yang telah menolak masuk Islam selama hampir seperempat abad itu akhirnya meninggal.
Satu hal yang disyukuri Abdur Raheem, ayahnya bersyahadat sepuluh hari sebelum meninggal.
“Kematian ayah saya ingin saya ceritakan kepada Anda, dan intinya, sepuluh hari sebelum dia meninggal, dia mendapat rahmat mengucapkan Syahadat,” tutupnya. []
Sumber: Infospesial