BERGEMURUH dada ini dan tanpa sadar mengalir air mata dari pelupuk mata, ketika membaca akhir hidup yang penuh kemulian dari seorang Syahid Sayyid Qutub.
Ia di gantung oleh presiden Gamal Abdun Nasir karena karya tulisnya ma’alim fi thariq (petunjuk jalan), yang mengkritisi dengan tajam pemerintahan tiran saat itu.
Ketika ada yang bertanya kepadanya, “Kenapa anda sangat berani dalam menjalani sebuah persidangan yang akan memenggal kepala anda?”
Dengan tegas beliau menjawab, “Karena kita tidak boleh berpura pura dalam berakidah. Tidak terkecuali bagi seorang pemimpin.”
Bahkan ucapan Alhamdulilah menghiasi bibirnya ketika hakim membacakan vonis tersebut, seraya berkata, “15 tahun lamanya aku menjadi aktivis dakwah untuk mengapai Syahadah.”
Subhanallah ternyata itulah yang dicari oleh Sayyid Qutub di jalan dakwah ini, sehingga pertemuan dengan Allah pun menjadi perjumpaan yang sangat dinantikan.
Bahkan dalam pertemuan terakhir dengan adiknya Hamidah ia berpesan, “Tolong sampaikan kepada ayah Hasan Al Hudaibi, jika kamu bertemu dengannya “Sayyid Qutub telah menanggung derita terparah yang dapat di tanggung oleh seseorang sehingga beliau tidak lagi merasakan sakit sedikitpun.”
Sayyid Qutub telah berdamai dengan rasa sakit yang ia derita, karena membayangkan keindahan syahid di jalannya.
Memang rasa sakit yang luar biasa adalah ketiadaan dari sakit tersebut. Sebagaimana seseorang yang sedang sakaratul maut, nyaris tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Karena ia telah sampai kepada puncak rasa sakit.
Bahkan ketika ada yang membujuk dan merayunya agar meminta maaf agar ia tidak di eksekusi, dengan penuh wibawa ia berkata, “Saya tidak akan minta maaf karena aktivitas yang saya lakukan bersama Allah.”
Dan ketika dibujuk untuk menulis beberapa kata untuk minta pengampunan dari Gamal Abdel Naseer, dengan berani ia berkata, “Telunjuk yang bersyahadat akan keesaan Allah dalam sholatnya pasti menolak menulis satu huruf untuk mengakui pemerintahan seorang yang tiran.”
Mengapa saya harus meminta pengampunan? kalau saya di tahan dengan alasan yang benar. Tentu saya akan terima dengan senang hati hukum dari kebenaran. Namun bila saya ditahan secara tidak sah, saya jauh sekali dari minta ampun pada yang tidak sah.
Wafat sebagai syuhada memang pilihan. Tidak semua orang bisa mengakhiri hidupnya sebagai syahid walau ia panglima perang seperti Khalid bin Walid yang harus sekarat di atas kasur dan ia pun bersedih atas keadaan itu.
Karenanya berbahagialah engkau wahai para syuhada, karena Allah telah memilihmu. Ia berfirman, “Dan agar sebagian kamu di jadikannya sebagai syuhada.” (Ali Imron 140)
Sayyid Qutub menafsirkan ayat ini, “Ini adalah ungkapan luar biasa dari makna yang sangat mendalam. Para syuhada itu dipilih. Allah memilih mereka diantara para mujahid lainnya, sehingga menjadi syahid adalah kehormatan dan penghargaan karena Allah sendiri yang memilihnya.
Ketahuilah hidup ini tidak selalu bertabur bunga, namun terkadang ia harus dibayar oleh jiwa dan darah karena buah dari konsistensi memegang teguh kebenaran.
KH Ahmad Sahal berkata “Berani hidup tak takut mati, takut mati, jangan hidup, takut hidup mati saja. []
Faisal Kunhi
Imam Masjid Sirothol Mustaqim, Ansan Korea Selatan
Gontor ,
S1 UIN Syarif Hidatatullah Jakarta, S2 : Institut Ilmu AlQuran
*#Share berkahnya ilmu*
*#Join channel Telegram:*
https://t.me/joinchat/AAAAAERt3deogV8PX4M0Qg untuk mendapatkan tulisan saya setiap hari