JEMBER–Merujuk pada Kitab Nazhatul Majalis karangan Syekh Abdurrahman As Shufuri As Syafii, ratusan santri dan warga di sekitar Pondok Pesantren Mahfiludluror di Desa Suger Kidul, Kabupaten Jember, Jawa Timur, melaksanakan shalat tarawih, Kamis (25/5/2017) malam.
Pengasuh Pesantren Mahfiludluror KH. Ali Wafa mengatakan, “Kami melaksanakan shalat tarawih malam ini sesuai dengan penetapan awal puasa berdasarkan Kitab Nazhatul Majalis karangan Syeh Abdurrahman As Shufuri As Syafii yang dicetak di Lebanon.”
Pesantren Mahfiludluror telah beberapa kali melaksanakan puasa lebih awal sebelum pemerintah menetapkan awal Ramadhan dalam sidang isbat di Kementerian Agama.
“Keyakinan itu sudah ada sejak pesantren ini didirikan tahun 1926 dan diikuti oleh alumni pondok pesantren yang kini berada di berbagai daerah, bahkan warga di Desa Suger Kidul serta sebagian warga di Kabupaten Bondowoso juga mengikuti penentuan puasa di Pesantren Mahfiludluror,” ujar KH Ali Wafa.
Ia menjelaskan penetapan awal puasa itu berdasarkan keyakinan yang menggunakan acuan sistem khumasi–dari bahasa Arab artinya lima atau khomsatun–, berdasarkan pada Kitab Nazhatul Majalis, karangan Syeh Abdurrohman As Shufuri As Syafii.
“Sistem penghitungan khumasi, yakni penentuan awal puasa tahun ini bisa ditentukan dengan cara menghitung lima hari dari awal puasa tahun sebelumnya. Awal Ramadhan tahun lalu jatuh pada hari Senin, sehingga tahun ini awal puasa jatuh pada Jumat,” paparnya.
Kendati demikian, kata dia, beberapa kali penetapan awal puasa di pesantren yang didirikan kakek K.H. Ali Wafa yang berada di Desa Suger Kidul itu, pernah bersamaan dengan pemerintah.
“Tahun lalu, kami menjalankan ibadah puasa bersamaan dengan pemerintah karena kebetulan penghitungan khumasi sama dengan hasil sidang isbat Kementerian Agama dan bersamaan dengan Muhammadiyah juga,” tuturnya.
Ali Wafa mengatakan warga dan alumni Pesantren Mahfiludluror tersebut menghargai perbedaan yang ada dan tetap hidup rukun dengan umat muslim di sekitarnya yang menjalankan ibadah puasa berdasarkan penetapan pemerintah.
“Perbedaan yang ada terkait penentuan awal puasa berdasarkan keyakinan masing-masing orang muslim, sehingga perbedaan itu tidak perlu memicu konflik di kalangan umat Islam,” pungkasnya. []
Sumber: Antara