BANGLADESH- Senin, 25/9/2017 menandai satu bulan berlalunya krisis Rohingya. Penyiksaan oleh militer Myanmar di desa Rakhine memaksa 430.000 orang meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke Bangladesh.
Sejak 25 Agustus, Bangladesh telah menghadapi tugas ganda, selain melindungi warganegaranya, Bangladesh juga harus melindungi 430.000 pengungsi Rohingya di mana 240.000 di antaranya adalah anak-anak.
Seperti dilansir Al Jazeera,com, jumlah pengungsi Rohingya bertambah sekitar 300.000 jiwa dan saat ini para pengungsi sudah berada camp-camp di sekitar kota Banglades, Cox’s Bazar.
Perdana Menteri Sheikh Hasina telah mendapat pujian karena telah membuka perbatasan untuk para pengungsi Rohingya, namun para ahli diplomat mengatakan bahwa, mereka tidak dapat mengharapkan banyak bantuan internasional dalam jangka yang panjang.
“Bangladesh tidak dapat menghadapi krisis ini sendirian,” kata Champa Patel, kepala Program Asia di lembaga urusan internasional Chatham House di London, kepada kantor berita AFP.
“Bangladesh adalah nagara yang padat penduduknya dan termasuk negara miskin. Saat ini mereka menjadi tempat pengungsian etnis Rohingya, meski ramah, namun sikap tersebut dapat berubah jika krisis Rohingya tidak ada solusi,” tegas Patel. []