SEMBILAN tahun silam tepatnya pada tahun 2008, pria berdarah Halmahera Utara ini menapakkan kakinya di Jalur Gaza, Palestina. Adalah Abdillah Onim, aktivis kemanusiaan asal Indonesia yang kini mendedikasikan dirinya untuk kegiatan kemanusiaan dan memilih menatap di wilayah yang masih dalam blokade Israel, Jalur Gaza.
Tinggal di Gaza bukanlah satu pilihan yang mudah. Perang dan blokade yang entah kapan akan berakhir, menjadi satu konsekuensi yang harus dihadapi. Namun Bang Onim—demikian ia akrab disapa—tetap memilh mengabdikan dirinya untuk terjun langsung melayani masyarakat Palestina, khususnya di Gaza, yang telah hidup terisolasi selama lebih dari satu dasawarsa.
Tahun 2011, Bang Onim memasuki fase kehidupan baru. Ia menjadi pemuda Indonesia pertama yang melangsungkan pernikahan di Gaza dengan mempersunting muslimah Palestina. Kini pernikahannya telah dikaruniai seorang putra dan putri. Untuk memperkuat ikatan Indonesia-Palestina yang mengalir dalam darah buah hatinya, kepada anak-anaknya pun disematkan nama yang unik. Putri pertamanya diberi nama Filindo (Filistin-Indonesia), sedangkan putra keduanya bernama Nusantara.
Sudah Alami Tiga Kali Perang Lawan Israel
Menjalani kehidupan selama hampir satu dekade di Gaza, bukanlah masa dan kondisi yang mudah. Blokade dan krisis di setiap lini kehidupan adalah persoalan yang tak urung pergi. Ditambah aroma perang yang terus terhendus, yang mengancam setiap jiwa dengan serangan baik di darat, laut maupun udara yang dilancarkan Israel. Tiga masa perang yang telah menewaskan ribuan warga sipil Gaza, telah dilalui oleh Bang Onim. Tahun ini adalah Ramadhan ke-8 yang ia jalani di Gaza.
Pria yang terlahir dari pasangan Ismail Onim (Alm) dan Marwiyah Onim ini lahir dan menghabiskan masa kecilnya di Galela, Halmahera Utara. Tahun 2000, Bang Onim meninggalkan kampung halaman dan bergabung dalam sebuah LSM yang bergerak di bidang darurat medis selama lebih dari 13 tahun, yang akhirnya mengantarkannya menapakkan kaki di bumi para Nabi tersebut, Palestina.
Orang tua, adalah motivator yang membantunya tetap bertahan di wlayah penuh konflik dan risiko tersebut. “Pergilah nak, kami ikhlas melepaskanmu ke Palestina. Bantulah rakyat Palestina, karena kami sadar, kami belum bisa berbuat apa-apa untuk masjid al-Aqsha dan Palestina,” ucap sang ayah suatu ketika, dan kalimat ini terus teringat di benak Bang Onim.
“Kepergian ayah membuat saya berada dalam dilema, apakah pulang ke kampung halaman atau bertahan di Jalur Gaza. Namun Allah menguatkan saya untuk tetap istiqomah dan bersabar di sini. Saya yakin ayah sangat bangga dengan putranya. Bangga karena bisa mendoakannya di tanah para syuhada, tanah yang penuh berkah, tanah para tentara Allah,” kenang Bang Onim suatu ketika.
Palestina, Tanah yang Diberkahi
Yah, Palestina adalah tanah istimewa. Di sanalah kiblat pertama kaum muslimin berdiri, Masjid al-Aqsha. Satu dari tanah Syam yang akan tetap kokoh dan menjadi bumi ribath hingga akhir zaman. Tanah dimana malaikat membentangkat sayap-sayap di atasnya. Sehingga Anda tidak mendengar penduduknya mati karena kelaparan, meski terus dijajah dan terisolasi. Itulah Palestina, tanah yang diberkahi.
Di Palestina, salah satu mu’jizat Nabi SAW ditunjukkan dalam peristiwa Isra wal mi’raj. Di Palestina pula janji Allah kepada para mujahid terpenuhi. Mungkin kita pernah mendengar kisah para mujahid yang tekepung dalam terowongan, namun dengan kuasa Allah mata air muncul secara tiba-tiba, sehingga mereka bisa minum dan bertahan hidup. Atau kisah mengenai burung yang menjadi tentara Allah, seperti yang pernah ditulis Bang Onim pada tahun 2010 silam.
“Kala itu, saat hari masih pagi, tiba-tiba ribuan burung mengitari langit Gaza. Seorang penjuang mengatakan bahwa sesuatu yang akan terjadi. Merekapun segera beranjak ke perbatasan. Dan benar, di sana pasukan Israel sedang bersiap untuk menyerang Gaza. Berkat pertolongan Allah ini, para pejuang Palestina berhasil bebatalkan rencana penyerangan Israel tersebut.”
Awalnya Hanya Relawan
Awalnya Bang Onim tidak pernah bermimpi untuk menjalani hidup di Palestina. Di benaknya, di Palestina hanya ada kehidupan yang sulit dan krisis. Ditambah ia kerap merasa takut dengan penampilan sebagian wanitanya yang bercadar, bahkan ia tidak pernah menyangka bahwa suatu saat ia akan menikah dengan salah seorang dari mereka.
Biaya hidup di Gaza sangatlah tinggi. Sangat sulit untuk seorang relawan. Kondisi ini semakin dipersulit dengan minimnya lapangan pekerjaan. Tapi Allah SWT punya rencana lain, pintu-pintu kemudahan terbuka. Berawal dari jalan jodoh Bang Onim yang tertuju pada seorang muslimah bercadar Palestina. Sosok solehah yang taat pada Allah SWT dan begitu cinta kepada Raululullah saw.
Keluarga baru Bang Onim ternyata menjadi jalan-jalan kemudahan yang lain. Salah satunya adalah sang ayah mertua yang berperan penting dalam kehidupannya.
“Jujur, income yang saya peroleh selama ini tidak ada hubungan dengan donasi khusus untuk Palestina yang dititipkan kepada saya. Saya pastikan 100% persen donasi melalui rekening saya itu untuk Palestina. Alhamdulillah, Allah menganugrahkan saya sumber rezki lain setiap bulan yang tersimpan dalam rekening yang berbeda dengan rekening donasi tersebut,” jelas Bang Onim kepada Islampos.
Bela Al-Aqsha
Bang Onim pun selalu mengingatkan bahawa kewajiban membela Palestina adalah kewajian semua muslim, bukan hanya degara-negara Arab. Membela masjid al-Aqsha bukan kewajiban harokah atau kelompok tertentu, tapi kewajiban semua umat Islam di dunia. Setidaknya, dengan ikhtiar sederhana ini semoga kita memiliki hujjah saat Allah menanyakan apa yang sudah kita lakukan untuk saudara kita di Palestina dan masjid al-Aqsha.
Tak lupa Bang Onim menyampaikan, “Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga amal ibadah Ramadhan kita diterima oleh Allah SWT. Aamiin.” []