Oleh: Rohmat Saputra
ADA sebuah kisah cukup unik yang menggambarkan dahsyatnya kekuatan dzikir, yaitu kisah antara Imam Ahmad bin Hanbal dengan pembuat roti.
Di akhir-akhir hayat sang Imam, pernah terlintas ingin mendatangi salah satu kota di Irak. Kemudian beliau berangkat ke kota itu.
Sesampainya disana bertepatan dengan waktu maghrib, lantas beliau shalat maghrib berjama’ah disebuah masjid. Sambil menunggu Isya, Imam yang dijuluki sebagai Amirul mukminil fil hadist itu membaca Quran dan dilanjutkan dengan shalat Isya.
Selepas Isya, beliau ingin berbaring untuk sekedar istirahat. Namun tiba-tiba datang marbot/pengurus masjid yang melarangnya. Imam Ahmad menyampaikan bahwa dirinya datang dari jauh dan akan beristirahat semalam saja. Namun marbot tidak mau tahu. Masjid tidak boleh digunakan untuk tidur.
Sang Imam pun keluar dengan didorong-dorong. Nampaknya marbot begitu kuat memegang jabatan sebagai pengurus masjid. Sampai tidak ada toleransi sedikitpun meski menginap semalam saja.
Marbot tidak tahu kalau yang diusir adalah salah satu ulama besar. Imam peletak batu pertama mahdzab Hanbali. Banyak ulama besar yang berguru kepada beliau di bidang hadist. Termasuk Imam Mahdzab Syafi’i, Muhammad bin Idris As-Syafi’i.
Namun dahulu belum ada foto-foto seperti saat ini. Jadi wajar saja, tidak semua masyarakat mengenal muka dari ulama besar abad itu.
Setelah pintu masjid dikunci, Imam Ahmad hendak istirahat diterasnya. Namun marbot juga melarang ia istirahat di tempat tersebut.
Beliau kembali didorong hingga ke jalanan. Kalau saja marbot tahu yang didorong berkali-kali adalah Ulama besar, jangankan didorong, sekedar menyentuhnya saja rasanya sangat tidak sopan.
Tak begitu jauh dari masjid, terdapat kios roti. Pemilik dari kios melihat adegan orang didorong-dorong dari teras hingga keluar halaman. Pemilik roti merasa kasihan ada seorang tua yang diperlakukan kurang tepat oleh marbot. Ia lantas memanggil sang Imam.
“Wahai syaikh (tuan), kemarilah.”
Tak lama Imam Ahmad memenuhi panggilan tersebut. Pemilik kios mengatakan bahwa ia punya dua rumah. Imam Ahmad dipersilakan untuk menggunakan salah satunya hingga esok.
Saat bertemu pertama kali, Imam Ahmad mendapati sesuatu yang unik dari pemilik kios roti itu. Setiap ia akan mengambil bahan-bahan roti dan dilanjutkan dengan membuat adonannya, seperti telur, terigu, dan bahan-bahan yang lain, mulutnya tidak pernah berhenti mengucapkan dzikir.
“Astaghfirullah wa atubu ilaik.”
Kalimat itu terus terucap kecuali saat berbicara kepada Imam Ahmad.
Begitu takjubnya beliau dengan dzikir yang diucapkan tanpa putus, Imam Ahmad lalu bertanya, “Sudah berapa lama engkau melazimi dzikir tersebut?”
“Ketika muda saya sudah mengamalkan dzikir ini,” jawab sang pembuat roti. Pada saat itu umur dari pembuat roti hampir sama dengan Umur Imam Ahmad.
“Apa manfaat dari istighfar yang sudah kamu lazimi dengan sedemikian lama?” tanya Imam Ahmad lagi.
“Tidak ada yang saya minta oleh Allah kecuali pasti dikabulkan. Dan apa yang saya mohon pasti diberi. Tapi tinggal satu lagi yang belum Allah kabul.”
“Apa itu?” Tanya Imam Ahmad penasaran.
“Saya minta dipertemukan dengan Imam Ahmad bin Hanbal,” jawab Pembuat roti hingga Imam Ahmad bertakbir,
Ia kemudian berkata,”Istigfarmu lah yang membuat saya datang ke kota ini tanpa ada alasan. Istighfarmu lah yang membuat marbot masjid mendorong-dorong keluar dari masjid. Istighfarmu lah yang mendatangkan saya ketempatmu ini, karena saya adalah Ahmad bin Hanbal.”
Biasanya alim ulama didatangi oleh para penuntut ilmu, ini justru atas takdir-Nya, ulama mendatangi orang biasa yang melazimi istighfar dan dzikir tanpa putus.
Dengan bertemunya Imam Ahmad dengan pembuat roti, berarti semua permintaan dari penglazim dzikir itu terkabul. Alangkah bahagianya bila posisi itu ada pada kita. Semua yang kita minta akan mudah terwujud.
Demikianlah potongan sekelumit dari banyaknya kisah atas balasan orang yang melazimi dzikir. Selain Allah memberi ketenangan, Allah juga mengabulkan segala permintaan didunia, sebelum nanti ada pahala yang besar di akherat kelak.
Semoga Allah memudahkan kita untuk selalu ingat kepada-Nya dengan berdzikir setiap hari, baik dipagi dan petang hari.
Wallahu a’lam bisyowab. []
Kisah ini ditulis sebagaimana dituturkan oleh Ust. Khalid Bassalamah.