Rubayyi binti Mu’awwidz RA adalah salah seorang Anshar, yang telah memeluk Islam sebelum Nabi SAW hijrah ke Madinah.
Ketika Islam didakwahkan oleh utusan Nabi SAW, Mush’ab bin Umair. Ia sering ikut dalam berbagai pertempuran, tugasnya adalah membantu mengobati mujahid yang terluka dan pingsan.
Ayahnya, Mu’awidz bin Afra berperan aktif atas terbunuhnya Abu Jahal di perang Badar, tetapi akhirnya menjadi syahid di perang tersebut. Pernikahannya sendiri dihadiri oleh Rasulullah SAW.
Suatu ketika beberapa orang wanita berkumpul di rumahnya, dan seperti biasanya, mereka saling menceritakan nasab dan keadaan mereka. Ketika mereka tahu, Rubayyi adalah putri dari Mu’awwidz bin Afra, pahlawan Badar yang menewaskan Abu Jahal, Asma binti Abu Bakar berkata, “Oh, jadi engkau adalah putri dari seseorang yang membunuh pemimpinnya.”
Maksud Asma mungkin adalah suatu kekaguman, karena Abu Jahal adalah pemimpin Quraisy yang sangat ditakuti, dan ayah Rubayyi mampu membunuhnya. Tetapi menurut Rubayyi, tidaklah patut untuk menganggap pemimpin, orang-orang yang memusuhi Islam dan menyakiti pemeluk-pemeluk Islam. Karena itu, ia berkata, “Saya bukanlah anak pembunuh pemimpinnya, tetapi saya adalah anak dari seorang yang membunuh hamba sahaya.”
Ternyata Asma tidak terima dengan pernyataan Rubayyi, bahwa Abu Jahal seorang hamba. Sebagai orang Quraisy, ia tetap menghargai kebangsawanan dan tidak menyamakannya dengan hamba. Didasari oleh rasa tersinggung, ia berkata, “Aku haramkan menjual minyak wangi kepadamu…”
“Sayapun haram membeli minyak wangi darimu,” kata Rubayyi membalas ucapan Asma.
Memang, kebanggaan akan sesuatu tidaklah baik, bahkan ‘membanggakan’ keislaman dan keimanan. Bukan kebanggaan yang harus dilakukan, tetapi rasa syukur dengan jalan terus meningkatkan amalan-amalan shalihah.
Ketika Rasulullah SAW menganjurkan para sahabatnya untuk berpuasa (sunnah) pada tanggal 10 Muharam atau hari Asyura, Rubayyi selalu berpuasa pada hari tersebut dan mengajak anak-anaknya untuk berpuasa walaupun mereka masih kecil. Apabila mereka menangis karena lapar, ia menghiburnya dan mengajaknya bermain sehingga mereka terdiam, dan bersabar hingga menunggu waktu berbuka.[]
Sumber: 101 Sahabat Nabi/Hepi Andi Bustomi/Pustaka Al-Kautsar