Oleh: Arya Noor Amarsyah
AWALNYA tidak sengaja, kemudian jadi sering dan akhirnya jadi tahu. Ya, awalnya tidak sengaja melihat kopiah milik pak Edi. Lalu jadi sering melihat kopiahnya, ternyata ada yang berwarna merah, hitam dan krem kecoklat-coklatan.
Pak Edi biasanya mengenakan kopiah dengan warna-warna yang disesuaikan dengan pakaian dan celana yang dikenakannya.
Dari sinilah, saya jadi mulai memperhatikan kopiah bapak-bapak yang lain. Diantaranya bapak yang kira-kira usianya tidak jauh beda dengan usia pak Edi, sekitar 60-an. Saya tidak tahu nama bapak ini. Yang saya tahu, suaranya masih gagah dan jelas dan yang jelas dia memiliki dua kopiah yang digunakan secara bergantian.
Saya yakin bapak yang kedua ini mengenakan kopiah miliknya secara bergantian, bukan karena iri pada pak Edi yang memiliki kopiah lebih dari satu.
Diasumsikan kedua bapak ini sudah pensiun, mengingat dari usia dan keberadaannya di masjid di waktu jam-jam kerja. Jika diasumsikan uang pensiun mereka hanya digunakan untuk kebutuhan selama sebulan dan untuk kebutuhan-kebutuhan yang penting saja, maka kopiah-kopiah itu merupakan hadiah dari anak-anak mereka.
Jika asumsi ini benar dan prasangka baik saya tepat, maka anak-anak mereka luar biasa. Sebagai anak, mereka masih mempunyai perhatian pada orang tua masing-masing. Membelikan sesuatu yang harganya relatif jauh dari mahal. Tapi saya yakin pak Edi dan bapak bersuara gagah itu tidak memperhatikan harga. Mereka amat senang dengan perhatian anak-anak mereka.
Bila direnungkan bersama, sejauh apa orang-orang tua kita memperhatikan pakaian anak-anaknya, tentu geleng kepala yang terjadi. Amat luar biasa. Mereka tahu, jika pakaian anak-anaknya telah sempit dan perlu beli yang baru. Mereka juga membelikan kita, pakaian untuk sekolah, pakaian untuk bermain, pakaian untuk tidur, pakaian untuk jalan-jalan dan pakaian untuk acara-acara pernikahan.
Lalu setelah orang tua kita telah menjadi sepuh, apa perhatian kita terhadap mereka. Jika merenungkan hal ini saya jadi malu. []