Tulisan diangkat dari laman fb Fathi Nasrullah
KEMARIN gempa Lombok, Dia kumpulkan dana dari jamaah masjid. Lalu terbang menemui saya di Ampenan. Katanya mau bantu apa saja. Terutama bikin air bersih. Entah macam mana persisnya.
Kawan saya ini orangnya kurus. Pendiam. Kalau bicara banyakan senyum daripada bicaranya. Seperti kurang meyakinkan jadi relawan. Tapi dia punya semangat. Kepedulian. Kecintaan. Pada saudaranya sebangsa setanah air.
BACA JUGA: Ini Penjelasan Ahli Soal Video Viral Tanah Bergerak Pasca Gempa Donggala
Selesai tugas di Lombok, Dia pulang ke Palu. Lalu terjadilah gempa dan tsunami kemarin itu.
Dia orang pertama yang saya hubungi. 2 hari tak tersambung. Hari pertama jantung saya terus berdebar. Semoga ada kabar.
Hari kedua saya mulai menangis. Sambil mempersiapkan peralatan, Juga mempersiapkan hati. Untuk menemuinya di kamar jenazah.
Tapi kemudian tiba-tiba dia memanggil. Dengan nomer lain. Jaringan Telkomsel sempat lumpuh disana. Konter pulsa pun tutup semua, Atau rata tanah. Maka ia pinjam nomer tetangga. Mengabarkan baik-baik saja.
Sebenarnya tak seberapa baik. Ia cuma sedang bersikap tegar. Jantan. Tak mengemis bantuan. Bahkan ia menawarkan bantuan.
BACA JUGA: Ini Fakta-Fakta terkait Gempa Sulteng
Maka sayapun berpura-pura tegar. WA nya saya balas pendek-pendek. Tak ada kesedihan yang saya umbar. Cukup sekedar ia tahu, Saudaranya ini sedang mengusahakan bantuan.
Kondisinya tak seberapa baik. Karena sampai saya tulis berita ini. Adiknya masih di sebuah gedung pesantren. Terkubur di dalam. Entah selamat entah wafat.
Satu-satunya pertanda ia ada di dalam. Hanya murottal Al-Quran yang terus terdengar dari hpnya.
Sebelum kemudian mati. []