Oleh: Kulsum Marssy
Kontributor Islampos, Tinggal di Polandia
BAGI jiwa, lebih baik cinta tumbuh perlahan daripada apa adanya. Sebab, cinta yang dipaksakan dan dibangun di atas kepura-puraan rawan membuat letih jiwa.
Letih jiwa.
Letih raga.
Letih dalam perjalanan.
Tidak ada cinta ,tidak ada kehangatan. Sungguh, jiwa saya dibuat terheran-heran dengan lelaki ini. Ia datang ke negeri saya,Indonesia di tahun 2010. Menikah dengan terhormat.
Status perjaka bersanding dengan sang perawan. Begitulah kira-kira. Ketika saya dibawa ke negeri ini, Polandia di tahun 2011 dunia bagai terbalik.
BACA JUGA:Â Curhat tentang Wajah Poligami di Polandia
Bagaimana tidak? Tidak ada tanda-tanda kemesraan. Orang-orang bilang kalau laki-laki jatuh cinta, jiwanya lembut. Tangannya hangat dan melindungi.
Kenyataan yang datang kepada saya adalah sungguh terbalik. Bagai langit yang tidak patut bersanding dengan bumi. Sayap saya patah.
Kaki ringkih gadis mungil dengan mata sipit itu berusaha menemukan kekuatan dibalik kerasnya kenyataan.
Tangan saya tidak ada yang menggenggam.Berpeganglah saya pada tiang-tiang baja keyakinan.
Di bus kota, di jalanan ,di arena kehidupan, di dapur kesabaran,di gelapnya malam.
Saya sungguh ingin membina sakinah bersamanya. Jablonna menjadi saksi perjalanan mengharu-biru. Bagai jatuh, tertimpa tangga pula. Begitulah.
***
Ketika penghinaan ditimpakan ke fisik, saya tidak akan menjawab. Tetapi bila dituduhkan kepada kehormatan, maka saya menolak lupa.
Orang-orang bilang saya menikah dengannya karena wajah yang rupawan. Mereka lupa bahwa saya adalah penyandang buta wajah. Bagi seorang buta wajah, setampan apa rupa tidak akan masuk ke relung jiwa.
Harta? Dinding-dinding apartmen di Jabłonna menjadi saksi kerasnya perjuangan .Di apartment itu saat kaki saya menjejak, tidak ada tanda-tanda kehidupan. Kasur pun tidak ada.
Saya menolak lupa!
Saya tidak sempurna, tetapi saya datang dengan ketulusan. Dan dengan itulah, jiwa teruji di perjalanan.
Orang-orang bilang kemesraan berbanding lurus dengan kadar.
Orang-orang bilang kemesraan berbanding lurus dengan kadar cinta. Semakin membuncah cinta dalam dada, kemesraan akan menemukan sendiri jalan keluarnya. Ia akan tampil unik dan khas sesuai karakter.
Ada yang bilang saya tidak seharusnya berada di Jabłonna. Ada hati lain di dalam apartment kecil itu. Saya paham bahwa perjalanan ini membuka jalan ke Wilanów.
Di bus kota, kaki ringkih saya berdiri tegap bagai sang prajurit. Polos penuh martabat. Orang-orang bilang laki-laki yang jatuh cinta akan berkorban jiwa raga untuk belahan hatinya. Tidak untuk saya!
Di bus kota negeri ini, tangan saya menjadi saksi berusaha dengan keras berpegang pada tiang-tiang besi. Untuk apa?
Bahwa perjalanan ini membuka jalan membangun sayap baru. Bahwasanya, setiap orang berhak dihormati, dikagumi, dan dicintai. Ini adalah nikmat Tuhan Yang Maha Adil atas umat manusia.
BACA JUGA:Â Trend Kekinian di Eropa, Pria Polandia Mulai Banyak yang Berjenggot
Sampailah saya pada latihan-latihan hidup. Pintu bis dari Warsawa ke Jabłonna hampir-hampir melahap tubuh mungil saya. Menangiskah saya pada takdir? Tidak.
“Lain kali bergerak lebih cepat. Jangan plengah plongoh di sini,” begitulah latihan perjalanan yang diberikan laki-laki ini.
Saya pun tersenyum. Dalam jiwa ada sayap yang tumbuh. Ada cahaya. Saya menyatukan jari-jari saya, membangun kepalan keteguhan bahwasanya perjalanan ini tidaklah sia-sia.
Ada yang bilang bahwa jiwa seorang perempuan dilahirkan tiga kali. Saya dilahirkan kembali di musim gugur atas izin Tuhan Yang Maha Penyayang.
Mengutip Sang Emperor, Zahiruddin Muhammad Babur Pendiri Kerajaan Timurid-Mughal di India: “Selain jiwaku sendiri, aku tidak pernah menemukan sahabat yang setia. Selain hatiku, aku tidak pernah menemukan orang kepercayaan.” []
Wilanów Syta 03-01-2024