DALAM setiap aktivitas pastilah ada sebabnya, mulai dari sebab melakukan perintah-Nya sampai sebab kemaksiatan itu sendiri.
Ternyata ada dua sebab kemaksiatan yang perlu diperhatikan sebagai seorang muslim. Sebagaimana Sufyan ats-Tsauri berkata:
“Setiap kemaksiatan yang timbul dari dorongan nafsu masih bisa diharapkan ampunannya. Setiap kemaksiatan yang timbul karena kesombongan tidak dapat diharapkan ampunannya.”
Lantas apa yang menjadi pembeda dari sebab kemaksiatan itu? Inilah penjelasannya:
BACA JUGA: Bentengi Dirimu dari Kemaksiatan Dunia
1. Sebab Kemaksiatan: Dari Dorongan Nafsu
Sebagai seorang muslim, kita sangat dilarang untuk melakukan kemaksiatan. Hal ini tentu tidaklah mudah dilakukan oleh seluruh orang muslim.
Maka perlu yang namanya pengokohan aqidah, penguatan iman dan terus menerus menuntut ilmu.
Karena sebetulnya ada banyak pengaruh dari kemaksiatan itu, salah satunya adalah hawa nafsu. Maka sebagai seorang muslim kita harus menguatkan diri kita agar tidak terpengaruh dengan itu.
Allah SWT berfirman,
“Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan dari padanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa”.
Jangan sampai hawa nafsu mampu merayu dan mengalihkan diri dari kewajiban yang seharusnya dilaksanakan.
Sebab kemaksiatan yang dilakukan di dunia kelak akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Penting sekali sebagai seorang muslim lebih memperhatikan sebab-sebab kemaksiatan ini agar tidak didapati kemaksiatan di kemudian hari.
BACA JUGA: Kemaksiatan Diberi Nama yang Menyenangkan, Jebakan Setan
Dan seharusnya kemaksiatan yang pernah dilakukan menjadi sarana untuk mengintrospeksi diri. Bahwa sebetulnya hanya kerugian yang didapat bila hanya tunduk pada hawa nafsu dan enggan taat akan perintah-Nya.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad) maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. Ani-Nisa: 69).
https://www.youtube.com/watch?v=6N-NCBJvJbU
2. Sebab Kemaksiatan: Karena Kesombongan
Sikap sombong seharusnya sangat amat dihindari bagi seorang muslim.
Karena sebetulnya seorang muslim hanyalah manusia yang pastinya memiliki keterbatasan. Lantas apa yang mau disombongkan?
Bahkan sering kali seorang muslim merasa lebih baik dari muslim yang lainnya, padahal yang mengetahui keseluruhan apa yang ada di dalam diri hanyalah Allah semata.
Perintah untuk tidak melakukan sikap sombong pun ada di dalam Al-Qur’an QS. Luqman: 18,
“Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.”
Jangan sampai karena merasa diri lebih baik, lebih mampu atau lebih dari apa pun membuat diri memungkiri hakikat dari kewajiban sebagai manusia.
Karena sebetulnya apa yang kita anggap luar biasa dari diri ini semua adalah pemberian dari Allah. Dan Allah bisa kapan saja mencabutnya.
BACA JUGA: Maksiat di Kala Sepi
Maka seorang muslim baiknya mengambil contoh dari dosa kedurhakaan Iblis yang dengan sombongnya menganggap dirinya lebih baik dari Nabi Adam.
Tak lupa juga mengambil contoh dari kelalaian Nabi Adam akibat dorongan nafsunya yang tergoda memakan buah terlarang.
Keduanya sama-sama suatu kemaksiatan, tapi yang menjadi pembeda adalah kesombongan itu bisa membuat seorang hamba tidak mendapat ampunan. Sedangkan hawa nafsu masih bisa diharapkan ampunannya.
Maka jauhilah semua kemaksiatan, mulai dari karena sebab hawa nafsu atau pun kesombongan.
Kita harus ingat bahwa dunia itu sementara, maka seharusnya tidak ada waktu untuk bermaksiat. Kumpulkanlah bekal kebaikan sebanyak-banyak.
Jangan sampai ada penyesalan, karena waktu sejatinya tidak dapat diulang kembali. Semua yang terjadi tidak bisa digantikan dengan apa pun. Maka mintalah ampunan kepada-Nya.
Karena hanya kepada Allah kita meminta ampunan, dan hanya kepada Allah pula kita kembali.
“Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 110).
SUMBER: Nasha ‘ih al-‘ibad fi Bayani Alfahzi al-Munabbihat’ala Isti’dad Li Yaum al-Ma’ad | Oleh: Syekh Nawawi al-batani | Penerjemah: Fuad Saifudin Nur | WALIPUSTAKA | 2016