Oleh: Rivi Zulmi, Mahasiswa LIPIA
KETIKA dunia terasa sempit; kadang kau remas dadamu perih, menatap nanar langit mendung dan meringis. Tanpa kau sadari matamu beranak sungai. Terisak sebab sendu mencabik lihai. Lantas bertanya-tanya ‘kan sebab dera bertubi-tubi, bahkan tak jarang kau hujat Ilahi.
Kadang kau menjerit tak sabar; sebab rasa kau pikul isi dunia di pundak kiri-kanan. Berontak tak mampu bertahan. Ngilu menahan beban yang berat nian. Butuh dekapan yang tak kau dapat bahkan dari kawan. Lalu kau rutuki takdir dan suratan, tanpa sadari insan selainmu tak kalah berat pikul cobaan.
Mungkin kau lupa; hidup ini tak abadi bahagia. Ada kala kau mesti sengsara. Ada masa kau rasakan nelangsa. Senang-susah; terus bergulir tak peduli menimpa siapa. Karena sungguh, hidup tanpa derita ‘kan kau jumpai hanya di surga.
Kala petaka kau rasa tak berujung dan tak berkesudahan, pun kala tak kunjung kau temukan jawaban akan persoalan, barangkali kau lupa firman Ilahirrahman, bahwa “Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.”[1] Bersabarlah, Kawan, ada solusi di tiap soalan.
Kala kau kecewa tak satupun ulurkan tangan, tak perlu kikis hati lebih dalam. Barangkali ini cara Ilahi mengajarkan, bahwa terus bergantung pada insan hanya buahkan kekecewaan. Ingatlah kala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di gua Tsur bercakap bersama Abu Bakar, sahabat seperjuangan, “Janganlah engkau berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. [2] Kau tak sendirian, Kawan.
Ilahi tak membelenggumu. Dia tak menelantarkanmu. Boleh jadi Dia menyayangimu dengan hadiahi cobaan ‘tuk mengujimu. Akankah kau bersabar? Tegarkah kau bertahan? Kukuhkah dirimu bak batu karang? Hanya Dia-kah yang kau harapkan? Bertambahkah rapal do’amu lewat lisan? Tinggikah kau naikkan level iman? Tanyakan dirimu, Kawan, karena di tanganmulah semua jawaban.
Tak perlu benturkan kepala sebab semua kepelikan. Tak perlu hitungi goresan hati yang terlanjur penuh memar. Tak perlu kenang semua yang hilang dan tak pernah kembali pulang. Tak usah ukur butiran peluh yang menjadi saksi penderitaan. Tak usah pula kau hitung seberapa deras air mata mengucur di pipi kiri-kanan, sebab semua tahu, bahwa pelangi ‘kan datang kala redanya sang hujan.
—
[1] QS. At-Taubah: 40
[2] QS. Al-Insyirah: 6