Oleh: Mawar Dani
mawarmaisa@gmail.com
BARU beberapa malam terbebas dari insomnia, malam ini aku kembali terganggu. Mataku tidak bisa terpejam padahal waktu sudah mendekati tengah malam. Menurut mereka – teman yang biasa menjadi tempat curhat – penyebabnya bisa jadi karena ada sesuatu yang sangat dipikirkan.
Bisa jadi. Sebab, belakangan ini semangat belajar menulis(ku) menurun, sementara timeline milik teman memuat share berita pencapaian mereka dibidang literasi. Aku terpecut kembali, meski jujur kuakui rasanya kaku sekali saat memulai lagi dari nol.
Alih-alih terlalu lelah mencari informasi di mesin pencari, aku memutuskan untuk menonton, sebab mata tidak kunjung mengantuk. Baru beberapa menit menyaksikan salah satu acara, bapak keluar dari kamar dan minta salurannya diganti. Beliau mau menyaksikan acara langsung tinju yang disiarkan salah satu tv swasta. Kesalnya hatiku, karena dalam waktu yang bersamaan ternyata acara yang kupilih juga seru. Bapak dan aku saling ngotot mempertahankan pilihan acara. Akhirnya aku mengalah meskipun sambil menggerutu.
Dalam kamar, kembali aku membuka sosmed. Melihat perkembangan prestasi teman sesama member grup menulis. Mataku tertarik oleh sebuah link yang dibagikan seorang teman. Link tersebut memuat berita tentangnya. “Lagi lagi memuat prestasi,” kataku pelan.
Walaupun tadinya cukup khawatir akan galau, mengingat sepanjang hampir setengah tahun, 2016 belum ada karyaku muncul di tempat yang aku targetkan. Mataku terus membaca kalimat demi kalimat yang mengulas profil penulis tersebut.
Sampai pada satu paragraf, aku terhenyak. Rasanya kalimat sederhana yang dia sampaikan sangat menamparku. Sesungguhnya aku masih orang yang beruntung.
“Jika punya kesempatan, aku ingin bilang pada almarhum ayah, jika aku sangat sayang padanya. Almarhum ayah pasti senang jika tahu aku sudah berhasil menyelesaikan tulisan demi tulisan meskipun kusadari hasilnya belum maksimal.”
Oh … Sampai di situ rasanya kesedihan tidak dapat ditolak. Dia bahagia menyampaikan beberapa prestasi yang sempat membuatku iri di awalnya, namun aku masih punya satu yang dia sangat inginkan punya kesempatan memiliki kembali. Ayah. Aku masih punya sosok lelaki yang kupanggil bapak. Aku masih punya kesempatan untuk menunjukkan atau mengatakan sesuatu padanya.
Rasanya ingin berhambur keluar dan memeluknya. Namun ketika hal itu akan aku lakukan ternyata beliau sudah masuk kamar. Kesal? Mungkin jika dilihat dari kacamata egois jawabnya iya, aku sudah mengalah masuk kamar tapi siaran yang tadi beliau pilih tidak ditonton alias ditinggal juga. Tapi aku ingat kembali impian yang tidak mungkin terwujud dari temanku tadi, aku sabar. Meskipun kesal tapi masih memiliki beliau. Sebab yang sudah berpulang takkan mungkin kembali.
Rasa kesal karena rebutan siaran tv, keluar masuk rumah tanpa alas kaki, bercanda yang aneh dan lainnya akan menjadi kenangan yang mustahil tidak terkenang namun pasti menimbulkan kerinduan.
“Aku sayang bapak dan emak,” ucapku sambil berusaha tidur. []
Asahan, 05062016 || 01.06
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word.Â