SUATU siang, saya ga sengaja menemukan foto doi pas zaman waktu SMP pertama kali pake jilbab. Taukah Anda kalau doi itu merupakan singkatan dari “Dia Orang Istimewa”? Bukan plesetan dari “dia” apalagi “dio”. Ngawur itu mah. Kalau Anda pernah besar di zaman 80-an tentu apal bener sama istilah ini, dan ternyata setelah 30 tahun baru tau kalau doi merupakan singkatan. Sama seperti saya berarti taunya …
Saya kirim foto itu ke dia lewat WA. Dengan sebuah ucapan, “Kamu, yang selalu berada dalam rindu dan pengharapan”.
Dia jawab, “Gombal…..” Sebenernya itu basa-basi karena dia emang tau kalau saya seneng menggombal. Atau dia mungkin feeling insecure.
“You were beautiful as you are always now…” saya nulis lagi gitu. Saya ga tau dia geer apa nggak. Seorang istri, sebenernya, kayaknya sih selalu ga pernah siap kalau dibilang cantik sama suaminya. Sama baperannya kalau dibilang gendut. Eh, gemuk, maksud saya.
Guombalnya ga berlanjut. Cukup sudah segitu saja. Entar jadi murah kayak berita-berita aneh zaman sekarang. Saya jadi merenung, kenapa sih saya suka menggombal sama istri saya sendiri. Pertama, kalau sama wanita lain, berabe itu urusannya. Saya ga punya nyali itu. Kedua, wabah, gonjang-ganjing politik dan tokohnya, ditambah banyaknya beban hidup, gombal kayaknya lebih bisa diterima buat kita. Eh buat saya, maksud saya.
Di tahun 1997, saya pernah menulis, “Istri saya harus perempuan banget.” Sebenernya, bukan cantik yang membuat cinta. Tapi cintalah yang membuat seorang perempuan menjadi cantik. []