ALLAH Azza Wa Jalla benar-benar memuliakan orang-orang yang bersedekah. Ia menjanjikan balasan yang menakjubkan bagi orang-orang yang gemar bersedekah. Sungguh keajaiban sedekah ini memiliki keutamaan yang besar. Terdapat banyak dalil yang menceritakan keberuntungan, keutamaan, kemuliaan orang-orang yang bersedekah.
Banyak keutamaan ini seakan-akan seluruh kebaikan terkumpul dalam satu amalan ini, yaitu sedekah. Maka, sungguh mengherankan bagi orang-orang yang mengetahui dalil-dalil tersebut dan ia tidak terpanggil hatinya serta tidak tergerak tangannya untuk banyak bersedekah.
BACA JUGA: Fitnah Harta
Namun harus kita pahami juga bahwa sedekah yang diterima hanyalah dari harta halal. Bersedekah dengan harta haram, harta riba, dan harta syubhat tidaklah disebut sebagai sedekah. Ketika dikeluarkan untuk maslahat kaum muslimin, tujuannya hanyalah pencucian harta kita dari yang haram. Berikut di antara hadits yang menjelaskan sedekah yang diterima hanyalah dari yang halal.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَتَصَدَّقُ أَحَدٌ بِتَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ إِلاَّ أَخَذَهَا اللَّهُ بِيَمِينِهِ فَيُرَبِّيهَا كَمَا يُرَبِّى أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ أَوْ قَلُوصَهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ أَوْ أَعْظَمَ
“Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Bukhari no. 1410 dan Muslim no. 1014).
Pekerjaan yang thoyyib adalah pekerjaan yang terlepas dari penipuan dan pengelabuan, dan dari cara-cara buruk saat mendapatkannya.
BACA JUGA: Sedekah Itu “Wajib”
Namun seperti kita lihat saat ini, banyak kaum muslimin yang tidak ambil peduli dengan hadits ini. Koruptor dan penipu masih banyak yang muncul dari kaum muslimin.
Sedangkan penyebutan Allah mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya dalam hadits di atas, maknanya yang diyakini Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah tidak menyerupakan sifat Allah tersebut dengan makhluk-Nya (tasybih), tidak pula bertanya hakikat (kaifiyah) sifat Allah itu. []
SUMBER: RUMAYSHO