PADA zaman dahulu, para pengemban dakwah islamiyah bergerak menurut ijtihad sendiri-sendiri dan memang situasi dan kondisinya demikian, tetapi ternyata hasilnya tidak mengecewakan. Itu tidak berarti tanpa memperhatikan metodologi dan sejarah dakwah.
Islam adalah agama dakwah para Nabi dan Rasul diutus ke dunia ini untuk menyampaikan ajarannya melalui dakwah. Adapun inti risalah yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul adalah perintah untuk mentauhidkan Allah swt yakni percaya hanya kepada Allah swt dengan menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya agar selamat dunia akhirat.
Dakwah yang dilakukan oleh para Nabi dan Rasul selalu mendapatkan tantangan dari umatnya mulai dari hal yang ringan sampai hambatan yang paling berat ini pernah dirasakan oleh para Nabi dan Rasul dalam melaksanakan dakwahnya.
Dakwah yang dilakukan oleh para Nabi dan Rasul ada yang berhasil ada yang kurang berhasil, seperti dakwah yang dilakukan oleh Nabi Nuh as beliau berdakwah selama 950 tahun tetapi hanya dapat mengajak sebahagian kecil dari umatnya.
Sejarah Dakwah
Sejarah dakwah. Metodologi dakwah sudah ada, akan tetapi belum muncul di atas permukaan dunia. Ilmu pengetahuan sebab ilmu dakwah sendiri itu baru digali dan ditampilkan di sekitar tahun 1880 sampai 1942 Masehi.
Sejarah dakwah. Adalah suatu kenyataan bahwa metodologi dakwah semakin terasa sekali urgensinya apalagi tentang perkembangan teknologi sudah sampai pada puncaknya sedang pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat pun sangat luas sekali dengan segala akibatnya baik yang positif maupun yang negatif.
Sejarah dakwah. Diharapkan bahwa dakwah dengan metodologi akan sanggup menyertai perkembangan itu masa kini dan masa mendatang. di dalam mengantarkan dan menyajikan ajaran Islam ditengah-tengah pembagian lapisan masyarakat yang senantiasa terus berkembang maju.
BACA JUGA:Â 5 Manfaat Mempelajari Sejarah Nabi Muhammad ï·º
Padahal dakwah dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh terhenti sepanjang dunia masih terus berputar.
Sejarah dakwah. Dakwah secara serampangan dan hantam kromo sekedar untuk memuaskan diri sendiri tanpa melihat segala akibatnya, nampaknya bukan waktunya lagi mengingat tingkat berpikir masyarakat pun sudah lebih maju dibanding dengan keadaan sebelumnya.
Sejarah dakwah. Metodologi dakwah tidak bertujuan memindahkan fitrah atau bakat seseorang. Di dalam berdakwah baik yang bakatnya radikal membangunkan semangat maupun yang datar menggugah kesadaran demikian pula yang harus menyentuh hati.
Sejarah dakwah. Metodologi dakwah hanya sekedar memberi bimbingan dan mengarahkan bagi para pengemban risalah dakwah dengan maksud agar dakwahnya lebih hidup dan lebih terarah sesuai tujuan dakwah itu sendiri.
Hukum Berdakwah
Adalah keliru apabila ada anggapan bahwa hanya dakwah itu seolah-olah menjadi kewajiban ulama saja termasuk di dalamnya para kyai, Mualim, dan para ustaz ,sedangkan diluar golongan ulama tidak ada kewajiban melaksanakan tugas dakwah islam itu.
Dilihat dari kedinasan seolah-olah karyawan departemen agama sajalah yang berkewajiban dakwah itu di luar pegawai departemen agama tidak wajib.
Itu tidaklah benar padahal dakwah islamiyah itu menjadi kewajiban setiap muslim dan muslimah baik pegawai maupun bukan pegawai hanya pegawai yang bertugas mengurus masalah agama kewajibannya lebih besar daripada pegawai lainnya karena memang mereka mengemban tugas ganda dari Allah SWT dan dari pemerintah yang mengangkatnya.
BACA JUGA: Kisah Dakwah Nabi Ishaq dan Nabi Ya’qub, Rasul Keturunan Nabi Ibrahim
Pada dasarnya para ulama sependapat bahwa dakwah islam itu wajib hukumnya. Tetapi wajibnya ada yang berpendapat wajib ain artinya seluruh umat Islam dalam kedudukan apapun tanpa kecuali wajib berdakwah.
Dan ada yang berpendapat wajib kifayah artinya dakwah itu hanya diwajibkan atas sebahagian umat Islam yang mengerti saja akan seluk beluk agama Islam.
Syekh Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh cenderung pendapat yang pertama yaitu wajib ain hukumnya dengan alasan bahwa huruf lam yang terdapat pada kalimat waltakun mengandung makna perintah yang sifatnya mutlak tanpa syarat.
Sedangkan huruf min yang terdapat pada kalimat min-kum yang mengandung makna Lil bayan artinya bersifat penjelasan.
Jadi terjemah ayat tersebut di atas menurut beliau menjadi demikian:
“Dan hendaklah ada yaitu kamu sekalian sebagai umat yang menyeru kepada kebaikan dan seterusnya.”
Menurut beliau seluruh umat Islam dengan ilmu yang dimilikinya berapapun minimalnya wajib mendakwahkan kepada orang lain sesuai ilmu dan kemampuan yang ada padanya.
Syekh Asy Syaukany
Syekh Asy Syaukany cenderung kepada pendapat yang kedua yaitu bahwa dakwah islamiyah hukumnya wajib kifayah artinya dikerjakan oleh sebagian umat Islam yang mengerti saja tentang seluk beluk agama Islam.
Sedangkan umat Islam yang lainnya yang belum mengerti tentang seluk beluk Islam tidak diwajibkan berdakwah. Dengan demikian bebaslah dosa yang tidak melaksanakan dakwah sebab sudah terpikul oleh yang sebagian.
Syekh asy-syaukani melihat bahwa huruf min yang melekat pada kalimat min-kum bukan Lil bayan bersifat penjelasan sebagaimana pendapat syekh Muhammad Abduh tersebut tetapi mempunyai makna lit tab idh yakni menunjukkan sebagian dari umat Islam.
Jadi terjemahan ayat tersebut di atas menurut asy Syaikh Hani menjadi demikian:
“Hendaklah ada dari sebagian kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan.”
Pendapat ini didukung oleh para ahli tafsir lainnya Imam Qurtubi, Imam suyuthi, dan Imam Zarkasyi.
BACA JUGA:Â Burton Dawah Channel, Saluran Dakwah Islam untuk Anak dari Inggris
Imam Ar-Razi
Imam Ar-Razi lebih moderat lagi pendapatnya beliau sependapat dengan syekh Muhammad Abduh bahwa huruf min yang melekat pada kalimat min Kum itu Lil bayan yakni bersifat penjelasan dengan demikian dakwah islam itu hukumnya wajib ain.
Tetapi menurut beliau harus dilihat kepentingannya terlebih dahulu kapan dakwah itu harus dilakukan mengingat sabda Rasulullah SAW:
“Barang siapa yang melihat diantara kamu sekalian akan kemungkaran maka rubahlah ia dengan wewenang yang ada padanya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan ucapan, jika tidak mampu dengan ucapan maka ubahlah dengan hatinya, dan itulah yang selemah-lemahnya iman. (Hadits riwayat Bukhari Muslim) []
Sumber: Buku “Da’wah dan Teknik Berkhutbah” Karya: DRS. KHA. Syamsuri Siddiq