SHUBUH di Australia saat musim panas begini adalah pukul 3.35 am. Terkadang anak-anak suka kesal karena sholat Shubuh kepagian, mau tidur lagi tidak bisa. Sementara masuk sekolah pukul 8, bahkan kadang pukul 9. Jadi berjam-jam waktu kosong.
Nah bicara soal Shubuh, pagi ini bungsuku dibangunkan oleh khadimah untuk sekolah. Karena jarak sekolah jauh jadi harus berangkat lebih pagi. “Biar gak macet, Bu,” begitu khadimahku menjelaskan.
Kadang ada rasa idak tega, dan berencana memindahkan sekolah yang dekat rumah saja. Tapi khadimahku terus protes, “Jangan Bu, di situ programnya bagus, gurunya shalihah-shalihah dan telaten sama anak-anak. Ben juga gak nangis karena gurunya pintar cari hati murid.”
Deg, aku kagum sejenak dengan pengasuh anakku yang tidak lulus SMU tapi sudah pintar jadi pengamat.
Lain waktu aku becanda saat mengantar si bungsu, “Si Ben besok mau saya ajak lihat gajah, jadi besok gak usah sekolah saja yaa?”
Langsung supir tetangga yang biasa anter Ben nyeletuk, “Jangan atuh Bu, kalau pagi mah biar belajar aja dulu si barudak, lihat gajahnya kapan-kapan aja kalau sekolahan libur.”
Aku meringis, kok masa depan bungsuku ditentukan banyak orang yaa …
Petangnya aku tergopoh-gopoh kembali ke rumah untuk angkat jemuran, karena melihat mendung di langit. Tapi sampai di rumah ternyata jemuran sudah tidak ada dan yang kulihat salah satu muridku sedang menyetrika baju. Dan ternyata satu ember baju keluarga kami disetrika dan dilipat satu persatu. MasyaAllah baik banget…—terharu deh. Yaa Rabb, rezeki itu bukan hanya uang. Banyak sekali hal yang bisa diperhitungkan sebagai rezeki.
Punya khadimah yang disiplin dan pandai menganalisis, punya tetangga yang rajin bantu antar jemput anak kita dan perhatian, punya murid yang rajin bantu-bantu di kala kita sibuk ngajar. Semua itu adalah rezeki yang tidak dapat diukur dengan materi tapi berharga banget .
“Lalu, Mi…” anak perempuanku menegur, saat aku masih terdiam karena terharu dan penuh rasa syukur.
“Boleh gak antar Syifa ke rumah teman, Syifa mau daftar di pesantrennya dia aja.”
Aku tanya lagi “Ada uang gak, Syif?”
“Ada Mi, sisa minggu lalu…”
Kemudian ada sekelebat bayangan berlari dari lantai dua rumah turun ke bawah, langsung buka pintu gerbang. Anak lelakiku 13 tahun berjalan terburu-buru, “Mau kemana Zack?”
Anakku menjawab, “Ke masjidlah, udah telat ni…”
“Alhamdulillah,” ucapku dalam hati.
Anak yang mau belajar agama sendiri tanpa disuruh dan anak yang pandai simpan uang, anak yang mau ke mesjid ketika waktu Shubuh tiba, juga anak yang tidak menyusahkan hati orangtua, sungguh merupakan rezeki.
Kata siapa rezeki itu adalah harta berlimpah, atm penuh, punya iphone 6, rumah mewah, istri yang cantik ? Seringkali bahkan hal-hal itu membuat hati resah.
Bahagia itu ada di mana-mana. Ketika kita mampu memaknai semua yang ada pada kita yang membuat kita mudah dan bahagia, itu adalah rezeki.
Pritttt! “Silakan bu…”
Ups, Alhamdulillah dapat parkiran pas dekat pintu masuk kantor. Hmm… itu juga rezeki. Apa saja yang mempermudah jalan kita pekerjaan kita, itu juga rezeki.
Jadi menurut saya definisi rezeki itu; tidak dapat diukur, tidak dapat diduga, tidak bisa direncanakan, tidak bisa dibanding-bandingkan, tidak untuk membuat iri dan tidak bisa dipertanyakan mengapa begini mengapa begitu.
“Allah melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan Dia yang membatasi baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,” (Al-Ankabut: 62).
“Wahai anak Adam, sempatkanlah untuk menyembah-Ku maka Aku akan membuat hatimu kaya dan menutup kefakiranmu. Jika tidak melakukannya maka Aku akan penuhi tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak menutup kefakiranmu,” (Riwayat Ahmad, Tirmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim dari Abu Hurairah r.a.).
Suatu rezeki juga bisa menulis dan memaknai tentang rezeki, terima kasih ya Allah. []
www.smpsmajibbs.wordpress.com
www.chanelmuslim.com