Oleh: Rifqi Muhammad Al Amin*
TELAH tergambarkan kecintaan masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan terhadap ulama mereka yang bernama Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dengan dibangunnya Masjid Raya Sabilal Muhtadin. Penamaan masjid ini diambil dari kitab karangan Syekh Arsyad yang bernama Sabilal Muhtadin lit-Tafaqquh fi Amriddin. Kitab ini tidak hanya dikenal masyarakat Banjar namun juga dipelajari di Malaysia, Thaliand, dan bahkan di Masjidil Haram, Makkah.
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari lahir pada masa Kesultanan Banjar dipimpin oleh Sultan Tahlilillah. Oleh sultan, Syekh Arsyad yang ketika itu masih kecil diajak untuk tinggal di istana Kesultanan Banjar atas izin orang tua beiau yang bernama Abdullah dan Siti Aminah. Sultan melihat kecerdasan tersendiri yang melekat pada diri Syekh Arsyad kecil ketika sultan melihat hasil karya lukisan beliau.
Di istana, Syekh Arsyad didik ilmu agama dengan mendatangkan seorang guru mengaji. Dalam waktu singkat Syekh Arsyad mampu khatam Al-Qur’an dan menguasai beberapa cabang ilmu agama. Seiring berjalanannya waktu Syekh Arsyad yang haus akan ilmu diputuskan oleh sultan untuk mengirim beliau belajar ilmu agama ke Mekkah.
Selepas menuntut ilmu di Mekkah, Syekh Arsyad bersama dengan tiga sahabatnya yang berjuluk “Empat Serangkai dari Tanah Jawi” yaitu, Syekh Abdussamad Al-Falimbani, Syekh Abdul Wahab Bugis,Syekh Abdurrahman Mishri Betawi dan Syekh Arsyad sendiri memutuskan untuk pergi ke Madinah untuk berziarah ke makam Rasulullah Muhammad SAW.
Ketika di Madinah inilah Syekh Aryad bersama sahabatnya bertemu dengan Syekh Sulaiman Al-Kurdi yang datang dari Mesir untuk mengajar di Madinah. Syekh Arsyad dan sahabatnya selama di Madinah tinggal di rumah ulama besar Madinah pada saat itu yang bernama Syekh Abdul Karim As- Samman Al-Madani.
Syekh Arsyad mengutarakan keinginannya kepada Syekh Samman agar dapat mengikuti pelajaran-pelajaran yang disampaikan oleh Syekh Sulaiman Al-Kurdi di masjid. Lalu, Syekh Samman menyampaikan keinginan seorang yang jauh dari negeri Jawi (Indonesia) yang bernama Syekh Arsyad tersebut kepada Syekh Sulaiman Al-Kurdi. Mendengar hal ini Syekh Sulaiman Al-Kurdi menyambut baik niatan Syekh Arsyad. Namun, Syekh Sulaiman Al-Kurdi menyarankan agar cukup belajar kepada murid-murid beliau karena mereka semua sudah cakap dalam memberikan pelajaran.
Tidak diam begitu saja Syekh Arsyad kembali meminta kepada Syekh Samman agar keinginan beliau untuk dapat duduk di majlis ilmu Syekh Sulaiman Al-Kurdi dapat dikabulkan. Syekh Arsyad mengatakan bahwa selain menuntut ilmu beliau juga ingin mengambil berkah di majlis tersebut. Permintaan yang kedua inilah yang diterima oleh Syekh Sulaiman Al-Kurdi dengan jawaban “iya”.
Dengan begitu Syekh Arsyad datang ke majlis ilmu Syekh Sulaiman Al-Kurdi dengan duduk di sudut sekali pada majlis ilmu. Terlihat bahwa Syekh Arsyad dipandang sebagai orang asing yang datang dari Jawi oleh para murid Syekh Sulaiman Al-Kurdi.
Suatu ketika ada suatu pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Syekh Sulaiman Al-Kurdi. Beliau sebagai ulama yang rendah hati memberi kesempatan kepada para muridnya di majlis tersebut jika ada yang bisa menjawab. Pertanyaan tersebut sepertinya sangat sulit dan pelik sehingga tidak ada satu muridpun yang menjawabnya. Hingga akhirnya diputuskan bahwa pelajaran pada hari itu selesai karena tidak ada satu muridpun yang menjawab pertanyaan tersebut.
Keesokan harinya Syekh Arsyad sudah siap dengan jawaban beliau yang dituliskan di sebuah kertas tentang masalah pertanyaan yang tidak bisa terjawab pada hari sebelumnya. Syekh Arsyad yang duduk di paling belakang pada majlis tersebut memberikan jawaban beliau kepada orang yang berada di depan dan dilanjutkan secara estafet hingga sampai kepada Syekh Sulaiman Al-Kurdi.
Melihat jawaban Syekh Arsyad tersebut Syekh Sulaiman Al-Kurdi dengan spontan mengucapkan Alhamdulillah dan menyatakan bahwa jawaban tersebut betul tidak bisa diapa-apakan lagi. Sontak Syekh Sulaiman Al-Kurdi menyuruh kepada semua muridnya untuk mencium tangan Syekh Arsyad yang secara simbolik menandakan bahwa orang ini lebih alim dari pada para murid yang lain.
Setelah kejadian itu Syekh Sulaiman Al-Kurdi meminta Syekh Arsyad untuk duduk ditengah-tengah tepat disamping beliau. Tidak lagi duduk di sudut maupun belakang pada majlis tersebut.
Kedalaman ilmu Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari membuat beliau begitu dicintai oleh masyarakat Banjar. Begitu juga kepada keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari di seluruh Kalimantan juga dicintai oleh masyarakat Banjar. Karena dari keturunan Syekh Arsyad atau yang juga disebut oleh orang Banjar Datu Kelampayan ini lahir beberapa ulama besar. Salah satunya ialah Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau yang juga dikenal Guru Sekumpul yang setiap haulnya dihadiri lautan manusia dari segala penjuru dunia. []
Referensi: “Ulama Besar Kalimantan Syekh Muhammad Aryad Al-Banjari” oleh Yusuf Halidi
*Seorang putera Banjar yang bangga dengan jati diri diri bangsanya. Hobi membaca kisah-kisah masa lampau dalam bentuk sejarah maupun fiksi. Aktif menulis di blog (pribadi) idprajuritpena.blogspot.com
** Judul dengan penyesuaian