JAKARTA–Sekretaris Jenderal Mejelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan, hak agama dan beragama seseorang yang tidak dihormati dan dihargai akan menimbulkan sekelompok orang menjadi kelompok separatis.
Hal tersebut disampaikannya terkait pernyataan sejumlah pihak yang menyamakan masyarakat Uighur, Xinjiang, Cina dengan kelompok separatis di Papua, Indonesia. Karenanya, dia meminta jangan ada suku bangsa di negeri ini yang ditindas dan didiskriminasi.
BACA JUGA: Dinilai Posisi MUI Berpihak ke Pemerintah, Waketum MUI: Kita Tetap Lembaga Independen
“Sepengetahuan saya, kalau nanti (orang Uighur) berubah jadi separatis, wajar-wajar saja. Karena jika ada suatu bangsa ditindas, untuk apa lagi dia bergabung dengan bangsa itu,” ujarnya di Gedung MUI Jalan Proklamasi Jakarta, Kamis (26/12/2019).
Oleh karena itu, secara pribadi Anwar meminta kepada pemerintah Cina untuk menghormati dan menghargai agama dan hak beragama masyarakat Uighur di Xinjiang.
Menurut Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Ekonomi ini menyampaikan, pangkal persoalan di Xinjiang adalah pelanggaran hak asasi manusia, terutama menyangkut hak beragama mereka. Akhirnya muncul pemikiran untuk memisahkan diri.
“Jadi kalau Cina tidak ingin (bangsanya) memisahkan diri, ya jangan langgar hak-hak mereka. Begitu saja logikanya ya,” pungkasnya.
Anwar menyayangkan sikap pemerintah Indonesia yang tidak ingin ikut campur terlalu dalam urusan negeri Cina terkait muslim Uighur, pemerintah dinilainya tidak faham mukaddimah (pembukaan) UUD 1945. Bahwasanya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan prikeadilan.
BACA JUGA: MUI Harap Ajang Kuala Lumpur Summit Beri Solusi Masalah Muslim Uighur
“Kalau ada negara yang menginjak-injak perikemanusiaan dan perikeadilan, Indonesia nggak boleh diam. Kalau Indonesia diam, hapus saja mukadimah UUD 1945,” tegasnya.
Untuk diketahui sebelumnya, Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyebut kasus Uighur di Xinjiang, China, mirip dengan yang dialami bangsa Papua di Indonesia. []
REPORTER: RHIO