YUNANI—Sepertiga dari 60 ribu pengungsi yang terdampar di Yunani adalah anak usia sekolah. Terjebak di negara Mediterania setelah beberapa negara Eropa utara menutup perbatasan mereka tahun 2016 lalu, pemerintah Yunani telah menerima mereka ke sekolah lokal sejak September 2016.
Sayangnya, program sekolah bagi anak-anak pengungsi tidak berjalan mulus, Alaraby melaporkan pada Ahad (2/7/2017). Di beberapa wilayah Yunani, anak-anak kerap mendapat kekerasan dari pihak sekolah dan aktivis sayap kanan di luar sekolah. Di pulau Lesbos, pihak sekolah bahkan ‘mengunci gerbangnya’ untuk mencegah masuknya anak-anak pengungsi.
Proyek percontohan yang diperkirakan menghabiskan biaya kurang lebih 23 juta USD dan didukung oleh lembaga bantuan, memprediksi beberapa ribu anak pengungsi hanya sekolah selama empat jam. Itupun dilaksanakan pada sore hari, setelah kelas reguler yang diisi anak-anak Yunani berakhir.
“Masalah pertama yang kita hadapi adalah pendidikan mereka yang dirasa tak dipedulikan dengan sistem pendidikan negara Yunani, dengan cara yang fleksibel,” kata Nikos Filis, Menteri Pendidikan, Penelitian Dan Keagamaan Yunani.
Organisasi Migrasi Internasionali (IOM) juga mengumumkan akan menyediakan transportasi dan bus jemputan bagi anak-anak pengungsi. Hal ini untuk mempermudah akomodasi mereka ke sekolah-sekolah Yunani terdekat.
Namun proyek ini mengalami masalah sejak awal.
“Program ‘after hours’ bagi anak-anak pengungsi yang diselenggarakan oleh kementerian pendidikan Yunani adalah sebuah kegagalan besar,” kata Dimitra, seorang guru di sebuah sekolah umum di Athena, kepada The New Arab.
“Anak-anak menerima buku sekolah setelah penundaan selama lima bulan. Siswa dan siswi pengungsi tetap terpinggirkan dan terisolasi di sekolah umum,” demikian Dimitra. []