PESATNYA pertumbuhan pondok pesantren di Indonesia tentunya akan membawa dampak baik dalam kemajuan peradaban Islam di Indonesia, akan tetapi pertumbuhan ini juga diiringi dengan masuknya ideologi sekularisme dalam pondok pesantren yang mencoba memisahkan hubungan antara ilmu akal dengan agama.
Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islami yang sedang populer saat ini, bahkan menurut data dari kementrian agama ada 26.975 pondok pesantren di Indonesia. Sistem pada pondok pesantren saat ini begitu bervariasi. tidak bisa dipungkiri jika banyak hal dari sistem tersebut yang membawa dampak baik.
Tetapi dalam praktiknya seringkali pesantren memisahkan antara ilmu akal dengan agama, hal ini menunjukan ideologi sekularisme dalam pondok pesantren yang mana tentu itu tidak sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri.
Banyak dari pesantren tersebut yang hanya berfokus kepada ilmu agama dan meninggalkan ilmu dunia begitu saja. Padahal pemisahan ilmu dunia hanya untuk dunia dan ilmu agama untuk akhirat tentu saja pemikiran yang salah.
BACA JUGA: 5 Pesantren besar Indonesia
Ilmu dunia jika diniatkan untuk Allah dengan memajukan ilmu teknologi agar peradaban manusia terus berkembang dan membaik tentu bisa dikategorikan sebagai ilmu akhirat. Dan ilmu agama jika diniatkan untuk tujuan duniawi semata tentu itu bisa dikategorikan sebagai ilmu dunia.
Salah satu jejak peninggalan terkenal peradaban Islam adalah bahwa ilmu dan agama memiliki hubungan erat. Keduanya saling berkaitan, tidak bermusuhan atau berbeda. Bagi umat Islam agama adalah ilmu, dan ilmu adalah agama.
Adanya pertentangan antara ilmu dan agama jelas tidak bisa diterima. Bahkan, teks, sejarah, dan realita membantah terhadap pertentangan tersebut.
sebagian ulama berpendapat bahwa mempelajari ilmu-ilmu alam, baik kedokteran, teknik, kimia, astronomi dan lain-lain, termasuk dalam bagian hukum fardhu kifayah. Jika ada sebagian orang yang telah melaksanakannya, dosa umat Islam menjadi hilang.
Namun, jika tidak ada seorang pun yang melakukannya, umat Islam akan menanggguna dosa. Sebagaimana yang telah saya sebutkan, tidak seperti peradaban-peradaban lain, dalam peradaban Islam tidak pernah terjadi pertentangan antara ilmu dan agama.
Ulama menegaskan bahwa wahyu dan akal adalah dua alat petunjuk untuk mencapai kebenaran. Dalam bukunya yang berjudul “Adz-Dzari’ah ila Makarim Asy-Syari’ah,” Ar-Raghib Al-Ashfahani menulis, “Dalam ciptaan-Nya, Allah mempunyai dua utusan:
Pertama; Internal, yaitu akal.
Kedua: Eksternal, yaitu Nabi.
Tidak ada pun yang berhak mengambil utusan internal tetapi meninggal kan utusan eksternal. Utusan eksternal bisa mengetahui kebenaran utusan eksternal. Kalaulah tanpa hal itu, pasti argumentasi Nabi akan ditolak. Untuk itulah, Allah mengajak orang yang meragukan keesaan-Nya dan kebenaran utusan-Nya untuk menggunakan akal, yaitu dengan menyuruh orang tersebut untuk minta tolong kepada akal.
BACA JUGA: Pesantren dan Perkembangan Sains, Teknologi Umat Islam
Dengan demikian akal, adalah pemimpin sedangkan agama adalah pendukung. Kalaulah tanpa akal, agama tidak aka nada. Serta, kalaulah tanpa agama, akal akan menjadi bingung. Dengan demikian, keduanya harus berkumpul. Seperti firman Allah, “Keduanya adalah cahaya di atas cahaya.” (An-Nur: 35)
Dalam “Ihya’ Ulumuddin,” Al-Ghazali menulis bahwa akal selalu membutuhkan syari’at dan juga sebaliknya. “Ilmu-ilmu akal membutuhkan syari’at dan juga sebaliknya. “Ilmu-ilmu akal seperti makanan dan ilmu-ilmu syari’at seperti obat. Jika obat hilang, orang sakit pasti akan makan makanan.”
Juga, dalam “Al-iqtishad fi Al-I’tiqod,” Al-Ghazali menyifati golongan kebenaran dan ahlu Sunnah sebagai orang yang memadukan antara syariat dan akal. Meraka adalah orang-orang yang menegaskan bahwa antara syariat dan akal tidak ada pertentangan.
Itulah tadi uraian mengenai pemikiran sekularisme dalam pondok pesantren, dan bahwa ilmu agama dan dunia tidaklah bertentangan.
Untuk itu diharapkan kepada para pengurus pondok pesantren untuk mengkaji ulang sistem yang ada, dan menyeimbangkan antara ilmu dunia dan ilmu agama agar Islam kembali berjaya dan tidak menimbulkan kesan bahwa Agama Islam adalah agama yang tidak peduli akan ilmu.
karena hakikatnya Islam hadir sebagai rahmatan lil alamin dan Rasulullah saw diutus oleh Allah Swt sebagai pemberi rahmat untuk umat manusia. []
Redaktur: Ahmad Yassin | Sumber: Distorsi Sejarah Islam