JEPANG–Negara-negara di dunia kini tengah sibuk bergelut dengan pandemi Covid-19 dan bersiap menghadapi masalah besar pasca pandemi. Tak terkecuali Jepang. Kini Negeri Matahari Terbit tersebut dikhawatirkan bakal mengalami gelombang bunuh diri masyarakatnya dalam skala yang besar. Diduga hal ini akibat ekonomi yang terpuruk akibat imbas pandemi Covid-19.
Menurut laporan, bunyi telefon tidak pernah berhenti berdering semenjak layanan hotline bunuh diri di Jepang kembali dibuka pada Selasa, (26/5/2020). Jumlah laporan bunuh diri yang diterima masih tetap berjumlah ratusan tiap harinya, namun yang membedakan adalah jumlah staff dari layanan ini.
BACA JUGA: Jepang Maju, Kenapa Mesir Tidak?
Akibat pandemi Covid-19 yang terjadi, Pemerintah Jepang terpaksa memotong anggaran dari layanan hotline bunuh diri. Ini membuat mereka terpaksa kehilangan beberapa staff yang seharusnya dipekerjakan.
“Saat ini banyak sekali orang yang ingin terhubung dan berbicara dengan seseorang lainnya (kita). Namun faktanya, kita tidak bisa menjawab mereka semua,” tutur Ketua Layanan Hotline Bunuh Diri Jepang, Machiko Nakayama seperti dikutip Reuters.
Dampak ekonomi yang buruk setelah pandemi Covid-19 berlalu ditakutkan para pekerja medis mengembalikan situasi Jepang seperti pada tahun 1998. Saat itu tercatat hampir 30 ribu masyarakat Jepang melakukan bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini menjadi angka bunuh diri tertinggi yang terjadi diantara negara-negara G7.
Memang untuk saat ini, masih belum terjadi angka peningkatan jumlah bunuh diri di Jepang semenjak negara itu memberlakukan kebijakan lockdown.
BACA JUGA: Luar Biasa, Masjid Kobe Tetap Berdiri Kala Jepang Dibom Atom pada Perang Dunia II
“Kita perlu mengambil langkah sekarang sebelum kematian dimulai. Ini hanya ketenangan sebelum badai terjadi, tetapi awannya sudah berada di atas kita,” tutur seorang ketua lembaga NGO di bidang layanan konseling dan nasihat ekonomi di Jepang, Hisao Sato.
Alasan ekonomi merupakan penyebab terbesar dari banyak kasus bunuh diri yang terjadi di Jepang. []
SUMBER: REUTERS