SIAPA yang tak kenal Ummu Sulaim? Beliau adalah salah satu shahabiyah Nabi Muhammad SAW. Bahkan, Nabi SAW pernah mengabarkan kabar gembira tentang sahabat mulia ini.
Rasulullah pernah bersabda: Ketika aku memasuki surga, aku mendengar suara langkah kaki, lalu aku bertanya: “Siapa itu?” Malaikat menjawab: “Itu Ghumaisho’ binti Milhan, ibunda Anas bin Malik.” (HR. Muslim: 4494)
Lantas, siapakah Ummu Sulaim? Dan apa keistimewaan shahabiyah ini?
Nama aslinya adalah Ghumaisho’ dan juga dipanggil dengan Rumaisho’ binti Milhan dari kaum Anshor, atau yang lebih dikenal dengan kunyahnya yaitu Ummu Sulaim . Ia adalah sosok wanita yang selalu dekat dengan Rosululloh.
Ketika suaminya meninggal dunia, ia menjadi janda yang cantik, cerdas dan baik akhlaknya. Tidak heran bila Ummu Sulaim menjadi janda dambaan para lelaki. Sebut saja, Abu Tholhah (Zaid bin Sahal) ketika mendengar bahwa Ummu Sulaim telah menjadi janda, ia langsung mendatanginya untuk melamarnya menjadi istri. Ia khawatir ada orang lain yang mendahuluinya.
Namun, impiannya untuk menjadikannya sebagai istri melayang terbawa angan-angan. Ia yakin Ummu Sulaim tak akan menolaknya karena ia adalah seorang bangsawan yang kaya raya, di samping itu ia juga seorang ksatria mumpuni dan ahli memanah.
Dengan tekad yang bulat, Abu Tholhah menemui Ummu Sulaim di rumahnya, lalu dengan sopan ia meminta izin masuk. Di rumah itu ia disambut oleh Ummu Sulaim dan putranya, Anas. Tidak lama setelah itu, ia langsung mengajukan lamaran, lantas Ummu Sulaim pun menjawab: “Orang sepertimu tak mungkin ditolak, hanya saja saya tidak boleh menikah dengan orang kafir.”
Abu Tholhah mengira bahwa Ummu Sulaim hanya mencari alasan saja dan telah ada lelaki lain yang lebih kaya atau lebih terhormat darinya yang lebih dahulu melamarnya. Lalu ia berkata kepadanya: “Apa alasanmu tidak menerima pinanganku? Apa kamu ingin emas dan perak?” Ummu Sulaim bertanya keheranan: “Emas dan perak?” Abu Tholhah menjawab: “Benar.”
Ummu Sulaim berkata: “Sama sekali bukan karena itu. Demi Allah, jika engkau mau masuk Islam maka aku rela menjadi istrimu, dan keislamanmu menjadi mahar bagiku, bukan emas dan perak.”
Ketika mendengar ucapan Ummu Sulaim, seketika itu Abu Tholhah teringat berhalanya yang terbuat dari kayu yang biasa ia sembah di rumah.
Ummu Sulaim tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, lantas ia berkata: “Wahai Abu Tholhah, apakah engkau tidak tahu bahwa Ilah yang engkau sembah selain Allah itu hanyalah sekedar kayu yang tumbuh dari bumi?” Ia menjawab: “Benar.” Ummu Sulaim melanjutkan: “Apakah engkau tidak merasa malu menyembah sebatang kayu yang engkau jadikan sebagai Ilah, sedang orang lain menjadikannya sebagai kayu bakar untuk menghangatkan badan atau memasak roti.
Wahai Abu Tholhah, jika engkau masuk Islam, aku akan rela menjadi istrimu dan aku tidak menginginkan mahar selainnya.” Abu Tholhah terdiam sejenak, lalu berkata: “Bagaimana caranya?” Ia menjawab: “Dengan mengucapkan: Asyhadu Allaa Ilaaha Illalloh wa Anna Muhammadan Rosululloh.”
Dengan dua kalimat syahadat itulah, akhirnya Abu Tholhah menikahi Ummu Sulaim, yang mana tak ada mahar yang paling mulia dari mahar Ummu Sulaim.
Rumah Ummu Sulaim adalah satu-satunya tempat yang dimasuki Rosulullah selain rumah istri-istri beliau. Pernah ditanyakan kepada Rosululloh mengapa beliau sering berkunjung ke rumah Ummu Sulaim, maka beliau menjawab: “Aku kasihan kepadanya karena saudaranya (1) terbunuh bersamaku.” Suatu kali, ketika ia datang berkunjung, beliau melihat putra Abu Tholhah yang bergelar Abu Umair sedang bersedih. Lantas beliau bertanya kepada Ummu Sulaim: “Mengapa Abu Umair bermuka masam?” Ummu Sulaim menjawab: “Karena burungnya yang bernama Nughoir mati.” Kemudian Rosululloh menemuinya dan berkata: “Wahai Abu Umair, apa yang terjadi pada Nughoir?”(2)
Setelah kejadian itu, Abu Umair jatuh sakit. Ketika Abu Tholhah tidak di rumah, anak kesayangannya itu meninggal. Kemudian Ummu Sulaim memandikan dan mengafaninya, lalu menutupinya dengan kain. Kemudian berkata kepada keluarganya: “Jangan kalian beritahukan kepada Abu Tholhah, biarlah aku sendiri yang mengabarinya.”
Ketika Abu Tholhah datang, Ummu Sulaim memakai wewangian dan berhias, lalu menghidangkan makan malam. Setelah makan, Abu Tholhah bertanya kepada Ummu Sulaim: “Bagaimana keadaan Abu Umair?” Ia menjawab: “Ia telah tenang sekarang.” Setelah itu, Abu Tholhah menggauli istrinya.
Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata: “Wahai Abu Tholhah, bagaimana pendapatmu bila satu keluarga dipinjami sebuah titipan, lalu pemiliknya memintanya kembali, apakah mereka harus mengembalikannya atau mempertahankan?” Abu Tholhah menjawab: “Mereka harus mengembalikannya.” Ummu Sulaim berkata: “Abu Umair telah meninggal, maka bersabarlah.”
Dengan marah Abu Tholhah menghadap Rosululloh dan menceritakan semua kejadian itu. Lalu Rosululloh berkata: “Semoga Alloh memberkahi malam kalian.”
Setelah itu Ummu Sulaim hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Kemudian Anas membawanya kepada Rosululloh, lalu Rosululloh mentahniknya dengan kurma, dan dengan lahapnya bayi itu mengulum kurma yang dimasukkan ke mulutnya. Rosululloh berkata: “Perhatikanlah, bagaimana sukanya kaum Anshor terhadap kurma.”
Beliau kemudian menamainya Abdulloh, dan tidak ada generasi Anshor yang lebih bagus darinya. Diriwayatkan bahwa Abdulloh bin Tholhah mempunyai tujuh orang anak laki-laki yang semuanya hafal al-Quran.
Dalam hal keberanian, Ummu Sulaim juga memiliki peran yang sangat mengagumkan. Ketika terjadi Perang Hunain, ia keluar membawa sebilah belati. Lalu Abu Tholhah mengadukan hal itu kepada Rosululloh: “Wahai Rosululloh, Ummu Sulaim membawa belati.” Mendengar itu, Ummu Sulaim langsung berdalih: “Wahai Rosululloh, aku membawanya bila ada orang musyrik yang mendekatiku, maka aku akan membelek isi perutnya.”
Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah shahabiyah mulia di atas. Semoga Alloh meridhoi Ummu Sulaim, Ghumaisho’ binti Milhan. Amiin. []
Sumber: Oleh: Ustadzah Gustini Ramadhani dalam al-Mawaddah Edisi 04 Tahun 2
Catatan:
(1). Yaitu Harom bin Milhan yang terbunuh di sumur Ma’unah.
(2) Dalam pertanyaan Rosululloh kepada Abu Umair ini terdapat penjelasan bagi kita tentang bagaimana sifat kasih sayang Rosululloh. Beliau sebagai manusia yang paling mulia juga bercengkrama dengan anak-anak. Lalu bagaimana dengan kita?