Oleh: Shita Ummu Bisyarah
istiyanti27@gmail.com
Innalillahi wa inna ilaihiroojiuun…
RABU, 11 September 2019 pukul 18.05 WIB satu lagi pahlawan negeri di panggil Sang Ilahi, Eyang Habibie panggilan akrabnya. Beliau mengembuskan nafas terakhirnya di RSPAD Gatot Soebroto pada usianya yang ke 83 tahun. Usia tua membuat organ – organnya terdegradasi sehingga beliau mengalami gagal organ. Walau beliau telah ditangani oleh tenaga ahli dari berbagai spesialis, namun apalah daya jika maut sudah menjemput.
Kematian beliau menorehkan duka mendalam bagi Indonesia bahkan bagi Dunia. Bendera setengah tiang berkibar di seluruh penjuru negeri, surat kabar baik domestik hingga internasional memberitakan betapa berdukanya dunia karena meninggalnya putra terbaiknya.
BACA JUGA: Dua Mimpi Besar BJ Habibie yang Belum Terwujud
Ketika seorang yang berilmu meninggal dunia sungguh sangatlah terasa betapa ilmu juga ikut bersamanya. Seperti halnya ketika sahabat Umar bin Khatab kembali kepada sang pemilik sejatinya maka seolah – olah setengah dari ilmu di dunia ikut berpulang bersamanya. Bagaimana tidak, Eyang Habibie semasa hidupnya telah banyak berkontribusi kepada negeri dan kepada ilmu pengetahuan. Selain menjadi seorang teknokrat, sosok yang menginspirasi ini adalah seorang sastrawan hebat dengan karya yang mampu menginspirasi jutaan orang.
Dalam bidang sains dan teknologi beliau merupakan seorang teknokrat pelopor industri kedirgantaraan di Indonesia. Hal ini terbukti dengan kesuksesan beliau mendirikan industri pesawat terbang PT IPTN yang sekarang dikenal dengan PT Dirgantara Indonesia. Kontribusi pertamanya ialah Pesawat NC 212-100 sampai jadi NC 212-i yang sudah auto pilot dan jadi pesawat andalan PT DI. Pesawat ini merupakan pesawat berpenumpang 24 orang.
Rekam jejak atau kontribusi besar keduanya ialah Pesawat CN 235 di mana setengah dari pesawat tersebut dirancang bangun oleh putra putri bangsa dan setengahnya lagi dibuat oleh perusahaan pembuat pesawat terbang, Spanyol, CASA yang sekarang ada 283 pesawat di dunia. Kontribusi besar yang ketiga Pak Habibie untuk PT DI ialah beliau sudah merancang bangun dan menerbangkan N250 yang saat itu menggunakan teknologi canggih, yakni fly by wire.
“Kalau itu terus, mungkin pesawat ATR tidak sebanyak ini dan N250 yang berterbangan di Indonesia. Sayang waktu itu negara kita dilanda krisis. Oleh IMF proyek itu diberhentikan,” ujar Elfien Goentoro, di Bandung, Rabu (11/9/2019). (www.nasional.republika.co.id )
Dalam ilmu pengetahuan tak kalah besar kontribusi beliau, terbukti banyaknya artikel beliau yang dikutip berbagai jurnal dan buku pada tahun 70’an di mana Indonesia pada saat itu masih era petrus. Beliau juga menciptakan Teori Habibie, Fungsi Habibie, Model Habibie, Faktor Habibie dan Fungsi Habibie yang sedang dikumpulkan oleh tim Warstek.com.
Walau sudah meninggal, namun kontribusi dan semangat beliau masih digenggam banyak orang yang membuat seolah – olah beliau masih hidup hingga kini bahkan nanti.
Memang sungguh satuan usia manusia bukanlah detik, menit bahkan tahun, tapi KARYA. Ada orang yang hidup ratusan tahun tapi seolah-olah dia hanya hidup 5 tahun saja. Ada pula orang yang hanya hidup 20 tahun tapi seolah – olah umurnya ribuan tahun. Tidak lain karena karyanya masih dirasakan walau raganya tak lagi di badan. Adanya masih memberi arti walau detak jantungnya telah berhenti, pahalanya terus mengalir walau darah di tubuhnya tak lagi mengalir.
Sama dengan Habibie, walau beliau telah tiada tapi karyanya masih dirasa. Ilmu yang beliau kontribusikan masih tertancap kuat pada semesta, membangun peradaban manusia dan memajukan bangsa, bermanfaat bagi umat manusia. Ketika orang – orang itu juga terus berkarya maka akan ada aliran pahala tak terhingga yang akan memberi cahaya kuburnya.
Sama dengan Rasulullah SAW dan para sahabat yang telah dijamin masuk surga. Mereka memang telah wafat, namun sekarang terasa mereka masih hidup karena karya mereka masih kita nikmati. Cahaya islam yang mereka juangkan dengan segala pengorbanan masih menyidari gelapnya relung jagad raya, memberi ketenangan pada hati yang hampa.
BACA JUGA: Habibie Adalah Kekasih
Sekarang mari kita tanyakan pada diri, ketika Allah telang bilang “saatnya untuk pulang,” sudah seberapa banyak kita persiapkan agar pahala kita tetap mengalir? Sudah berapa banyak karya yang kita buat?
Maka untukmu para pejuang, jangan berhenti ketika futur datang. Perbanyaklah buah-buah ilmu yang kau sampaikan kepada orang saat kau berpetualang. Persiapkan amal terbaikmu, walau jalan dakwah ini tak mudah, jalan yang kau lalui menanjak, terjal berbatu, penuh onak dan duri. Namun kau tak sendiri, ada jamaah yang walau kadang menyakiti tapi mereka senantiasa memotivasi dan memberi arti.
Tapaki satu per satu anak tangga surga hingga kelak kita bersama di sana bertemu dengan sang Pencipta dan Rosul yang tercinta. Layaknya Habibie yang terus berkontribusi hingga ajal mendatangi. Semangat berjuang!
[]
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.