SELEPAS ‘Umar bin Khathab Radhiyallahu ‘Anhu meninggal dunia, beliau mengunjungi sahabatnya ‘Abdullah bin ‘Abbas melalui mimpi.
Mimpi yang kemudian dikisahkan oleh Dr ‘Umar ‘Abdul Kafi dalam buku al-Wa’dul Haq, menceritakan bagaimana ‘Umar bin Khaththab selamat dari pedihnya siksa neraka karena sebuah amalan sederhana.
“Apa yang Allah Ta’ala lakukan terhadapmu, wahai ‘Umar?” tanya ‘Abdullah bin ‘Abbas.
“Seluruh amalku sia-sia. Hampir saja aku disembelih, jika tidak mendapatkan ampunan dan kasih sayang dari Allah Ta’ala,” jawab Sayyidina ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.
“Apakah (yang menyelamatkanmu) itu karena keadilanmu?” tanya ‘Abdullah bin ‘Abbas.
“Tidak,” jawab ‘Umar.
“Apakah karena ilmu yang engkau miliki dan amalkan?” lanjut ‘Abdullah bin ‘Abbas sampaikan tanya.
“Bukan,” jawab ‘Umar, menegaskan.
“Terus,” pungkas ‘Abdullah bin ‘Abbas, “karena amalan apa hingga engkau mendapatkan kasih sayang dan ampunan dari Allah Ta’ala?”
“Dahulu, aku sedang berjalan untuk sebuah kepentingan. Di tengah jalan, aku melihat dua orang bocah sedang mempermainkan seekor burung kecil.”
“Aku mendatangi dua bocah itu dan memintanya agar melepaskan burung yang tengah mereka mainkan. Kemudian, lanjut ‘Umar, “Allah Ta’ala Penguasa Semesta Alam berkata kepadaku, ‘Hari itu, kamu telah melepaskan tali burung kecil (dari siksaan anak-anak dalam permainannya). Dan hari ini, Aku melepaskan talimu, wahai ‘Umar!”
Mungkinkah seorang Muslim melakukan teror terhadap kenyamanan dan kedamaian umat manusia jika menyiksa hewan saja termasuk dosa besar dan akan mengundang laknat Allah Ta’ala?
Bukankah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan tegas menyebutkan seorang pelaku maksiat yang diampuni dosanya hingga masuk surga karena memberikan minum seekor anjing? Dan tidak cukup buktikah kita dengan riwayat yang menyebutkan dimasukkannya seorang wanita ahli ibadah lantaran berlaku zhalim dan menyiksa kucing? []
Disadur dari Kisah Hikmah.