DAMASKUS—Para penyelidik dari Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) yang merupakan bagiana dari tim keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, ditembaki ketika melakukan penyelidikan ke tempat yang diduga sebagai lokasi serangan kimia di Suriah.
Direktur Jenderal OPCW Ahmet Uzumcu mengatakan Departemen Keamanan dan Keselamatan PBB (UNDSS) memutuskan untuk lebih dulu melakukan pengintaian di dua lokasi di kota Douma sebelum para penyelidik datang ke sana.
“Setibanya di lokasi, banyak orang berkumpul dan saran dari UNDSS adalah tim pengintai mesti ditarik. Di lokasi kedua, tim ditembaki dan sebuah alat peledak diledakkan. Tim pengintai kembali ke Damaskus,” ujar Uzumcu dalam rapat di kantor OPCW.
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis menyalahkan pihak Suriah atas penundaan kehadiran penyelidik di lokasi. Dia juga mengatakan negara tersebut punya sejarah mencoba membersihkan bukti sebelum tim investigasi tiba.
“Kami sangat menyadari penundaan yang dilakukan rezim pada delegasi itu, tapi kami juga sangat menyadari bagaimana mereka beroperasi di masa lalu dan menyembunyikan apa yang mereka lakukan menggunakan senjata kimia,” kata Mattis sebelum pertemuan dengan Menteri pertahanan Qatar.
AS, Ingris dan Perancis sebelumnya diketahui telah menembakkan sejumlah peluru kendali ke sasaran yang diduga sebagai fasilitas penyedia senjata kimia milik Suriah pada Sabtu (14/4/2018). Hal itu dilakukan sebagai balasan atas dugaan penggunaan senjata kimia yang menewaskan 78 warga sipil di Douma.
Ketiga negara menyatakan kehadiran penyelidik dihalangi oleh pihak berwenang Suriah yang sekarang menguasai area, dan bukti-bukti serangan kimia mungkin dihancurkan.
Sementraa itu, Suriah dan sekutunya, Rusia, menampik adanya serangan gas kimia di negara yang dilanda perang saudara itu maupun tudingan menghalang-halangi pemeriksaan dan mengotak-atik bukti di lokasi.
Dubes Inggris untuk OPCW Peter Wilson mengatakan kini tak jelas kapan para penyelidik bisa mencapai lokasi. Sejumlah pejabat juga menyatakan keberlangsungan misi penyelidikan itu kini dipertanyakan. []
SUMBER: REUTERS