ANAS bin Nadhar adalah seorang sahabat Anshar, paman dari Anas bin Malik, sahabat Nabi ﷺ yang banyak meriwayatkan hadits. Ia sangat menyesal tatkala dirinya mengetahui, bahwa ia tertinggal dalam perang Badar, karena pada awalnya pasukan yang dibawa Nabi ﷺ hanya bermaksud mencegat kafilah dagang Quraisy.
Akibat dari penyesalannya itu, ia berkata kepada Nabi ﷺ, “Wahai Rasulullah, saya tidak ikut dalam permulaan perang melawan orang-orang musyrik. Sungguh, kalau Allah mengikutkan saya memerangi orang-orang musyrik, niscaya Allah akan mengetahui apa yang saya perbuat.”
BACA JUGA: Ketakutan Ubay bin Khalaf kepada Rasulullah di Perang Uhud
Dalam perang Uhud, ketika terjadi peristiwa genting, di mana kaum muslimin berbalik mengalami kekalahan, Anas bin Nadhar melewati beberapa orang sahabat yang kehilangan semangat karena mendengar kalau Rasulullah ﷺ telah wafat terbunuh.
Mereka meletakkan senjatanya di tanah dengan wajah kelu penuh kesedihan. Melihat hal itu, Anas berkata, “Wahai kalian… Jika Nabi ﷺ memang telah wafat terbunuh, maka Allah SWT, Tuhannya Muhammad tidak akan pernah mati, lalu apa yang bisa kalian kerjakan dalam hidup ini jika beliau telah wafat?
Berperanglah kalian demi sesuatu yang Nabi ﷺ berperang untuknya…dan matilah kalian demi sesuatu yang beliau wafat karenanya…”
Sesaat kemudian ia berdoa, “Ya Allah, aku memohonkan ampunan kepadaMu atas apa yang mereka (kaum muslimin) lakukan, dan aku berlepas diri dan berlindung kepadaMu dari apa yang mereka (orang-orang musyrik) lakukan!”
Setelah itu ia meloncat untuk meneruskan jihadnya. Ia sempat bertemu Sa’d bin Mu’adz yang bertanya kepadanya, “Mau kemana engkau, wahai Abu Umar?’
BACA JUGA: Sosok Ibnu Taimiyyah, Ulama Besar yang Zuhud
Anas berkata, “Wahai Sa’d, sungguh aku mencium bau surga di balik Bukit Uhud ini.”
Anas bertempur dengan perkasa menerjang barisan musuh, jumlah mereka yang ratusan tidak membuatnya gentar, hingga akhirnya ia menemui syahidnya. Setelah pertempuran selesai, tidak ada yang bisa mengenali jasad Anas, sampai akhirnya saudara perempuannya yang bernama Bisyamah, yang tahu ciri-ciri khusus dirinya yang bisa mengenalinya.
Tak kurang dari delapan puluh luka mengkoyak-koyak tubuhnya, tusukan tombak, hujaman anak panah dan luka sayatan pedang yang ada di wajah dan tubuhnya, sehingga ia tidak mudah dikenali. []
Sumber: Kisah Sahabat Nabi