SUATU riwayat tentang Syeikh al-Imam Syaqiq al-Balkh yang wafat pada tahun 194 H./810 M.
Suatu hari Syeikh al-Imam Syaqiq al-Balkhi membeli buah semangka untuk istrinya. Saat disantapnya ternyata buah semangka tersebut terasa hambar.
Dan sang isteri pun marah.
Syeikh al-Imam Syaqiq menanggapi dengan tenang amarah istrinya itu. Setelah selesai didengarkan amarahnya, beliau bertanya dengan halus: “Kepada siapakah kaumarah, wahai istriku? Kepada pedagang buahnya kah? Atau kepada pembelinya? Atau kepada petani yang menanamnya? Ataukah kepada yang menciptakan buah semangka itu?”
Istri beliau terdiam.
Sembari tersenyum., Syeikh Syaqiq melanjutkan perkataannya: “Seorang pedagang tidak menjual sesuatu kecuali yang terbaik… Seorang pembeli pun pasti membeli sesuatu yang terbaik pula.. Begitu pula seorang petani, tentu saja ia akan merawat tanamannya agar bisa menghasilkan yang terbaik… Maka sasaran kemarahanmu berikutnya yang tersisa, tidak lain hanya kepada yang menciptakan semangka itu…”
Pertanyaan Syeikh al-Imam Syaqiq menembus ke dalam hati sanubari istrinya. Terlihat butiran air mata menetes perlahan di kedua pelupuk matanya.
Syeikh al-Imam Syaqiq al-Balkhi pun melanjutkan ucapannya: “Bertaqwalah wahai istriku… Terimalah apa yang sudah menjadi Ketetapan-Nya. Agar Allah memberikan keberkahan pada kita.”
Mendengar nasihat suaminya itu, sang istri pun sadar, menunduk dan menangis mengakui kesalahannya dan ridha’ dengan apa yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala tetapkan. []