AHAD [26/03/23], Sekolah Alam Purwakarta (SAP) menggelar seminar parenting dengan judul “Sudah Baligh Tapi Belum Aqil? Kok Bisa?” dengan pembicara yaitu Drs. Adriano Rusfi atau juga dipanggil Ustadz Aad. Seminar parenting ini diselenggarakan di Bale Sawala Yudistira, Purwakarta, Jawa Barat.
Pada seminar ini, orangtua siswa SAP turut hadir bersama beberapa peserta umum. Ustadz Aad menjelaskan mengenai komparasi aqil dan baligh.
“Aqil adalah kedewasaan mental, dan baligh adalah kedewasaan fisik. Aqil berkembang dipengaruhi pendidikan, sedangkanbBaligh dipengaruhi nutrisi,” jelasnya. “Perkembangan fungsi tanggung jawab, akal, kemandirian sangat membangun pencapaian aqil.”
BACA JUGA: Keren Banget, Sekolah Alam Purwakarta Gelar Donasi untuk Turki, Hadirkan Grup Nasyid Gradasi
Di sisi lain, masih menurut Ustadz Aad, perkembangan nafsu syahwat, fungsi reproduksi, insting hidup dan mati menandai pencapaian baligh. Beliau juga memaparkan pentingnya peran kedua orangtua dalam mencapai Aqil dan Baligh.
Ustadz Aad juga menyampaikan faktor yang mempengaruhi fenomena baligh terlampau dini serta aqil yang sangat terlambat.
“Peran penting kedua orangtua didukung dengan lingkungan sekolah yang mampu menjadi rekan pendidikan anak, serta masyarakat yang berusaha memberikan teladan terbaik. Sekolah merupakan tempat pengajaran, penunjang, konsultasi dengan ahli pendidikan, berbagi pengetahuan dan kecakapan (bakat), tempat menemani transformasi ananda, dan menjadi kawah candradimuka bagi ananda,” paparnya lagi.
Ustadz Aad juga banyak menyinggung mengenai peran serta ayah dan bunda dalam proses pencapaian aqil baligh. Kedua orangtua dapat menyelamatkan atau malah menjerumuskan anak pada masa transisi yang sangat panjang.
Sebuah Petaka Bernama Remaja
Dalam paparan selanjutnya, Ustadz Aad mengatakan bahwa karena istilah remaja, fenomena perkembangan baligh namun belum mencapai aqil mendapatkan pembenaran ilmiah, sosial bahkan agama. Ada banyak anak-anak yang telah matang secara biologis, namun sama sekali belum aqil. Bukan lagi anak-anak, namun tidak dapat disebut dewasa.
BACA JUGA: Pengalamanku Belajar di Sekolah Alam Purwakarta
“Perilakunya sudah seperti orang dewasa, namun kematangan mentalnya masih anak-anak. Dengan adanya istilah remaja, mereka memiliki periode transisional dengan rentang waktu yang sangat panjang,” ujar Ustadz Aad.” “Periode transisi ini tidak menjadikan para remaja ini menjadi pribadi yang produktif, bahkan cenderung konsumtif dan destruktif.”
“Kita dapat melihat berbagai kabar berita kekerasan remaja, bullying di tingkat SD hingga SMA, pelecehan seksual, narkotika, minuman keras, dan lainnya. Generasi inipun sangat galau. Merasakan banyak emosi negatif seperti bingung jati diri, gelisah, cemas, kacau, senewen, arogan, haus atensi, cenderung merasa dirinya selalu benar, sehingga seringkali mereka membantah arahan orang dewasa di sekitarnya. Mereka seakan terus berada dalam badai identitas dan mudah stres bahkan untuk hal remeh sekalipun,” demikian Ustadz Aad. []
LAPORAN: ANDINI NURMINDA