DUNIA adalah tempat ujian. Dan kita semua pasti diuji.
Kekayaan adalah ujian. Kemiskinan adalah ujian.
Istri cantik adalah ujian. Istri standar adalah ujian. Istri di bawah standar adalah ujian.
BACA JUGA: Ujian dalam Ketaatan dan Kenikmatan
Suami cakep adalah ujian. Suami loyo adalah ujian. Suami gak romantis adalah ujian. Suami super romantis adalah ujian.
Rumah bagus adalah ujian. Rumah reyot adalah ujian.
Mobil bagus adalah ujian. Mobil jelek adalah ujian. Tak punya mobil juga ujian.
Semua adalah ujian, untuk mengetahui siapa yang paling baik amalnya.
Saudaraku, dalam menapaki kehidupan dunia yang fana ini, kita senantiasa dihadapkan pada dua keadaan, bahagia atau sengsara. Perubahan keadaan itu bisa terjadi kapan saja sesuai dengan takdir Allah Ta’ala. Sementara semenjak diciptakan, tabiat dasar manusia memang tidak pernah merasa puas.
Apabila diberi kesenangan, manusia lalai dan tak menentu. Sebaliknya jika diberi kesulitan, ia akan bersedih dan gundah gulana tak karuan. Padahal sejatinya bagi seorang mukmin, segala yang terjadi pada dirinya, seharusnya tetap menjadi kebaikan bagi dirinya. Begitulah keistimewaan seorang mukmin sejati.
Hal ini ditunjukkan dalam sebuah sabda yang diucapkan oleh pemimpin dan suri tauladan bagi orang-orang yang bertakwa. Rasulullah SAW bersabda,
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Segala keadaan yang dialaminya sangat menakjubkan. Setiap takdir yang ditetapkan Allah bagi dirinya merupakan kebaikan. Apabila dia mengalami kebaikan, dia bersyukur, dan hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila dia tertimpa keburukan, maka dia bersabar dan hal itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim no.2999, dari sahabat Shuhaib)
Benarlah, bahwasanya hanya orang yang beriman yang bisa lurus dalam menyikapi silih bergantinya situasi dan kondisi. Hal ini karena ia meyakini keagungan dan kekuasaan Allah Ta’ala serta tahu akan kelemahan dirinya.
BACA JUGA: Rezeki dan Ajal: 2 Ujian Keimanan
Tidak dipungkiri memang, musibah dan bencana akan selalu menyisakan kesedihan dan kepedihan. Betapa tidak, orang yang dicinta kini telah tiada, harta benda musnah tak bersisa, berbagai agenda tertunda, bahkan segenap waktu dan perasaan tercurah untuk memikirkannya. []